Mohon tunggu...
Noer Chamelia
Noer Chamelia Mohon Tunggu... Akuntan - Admin finance

Berenang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Kebohongan dapat Menyamar Menjadi Kebenaran dalam Komunikasi

22 Desember 2022   10:19 Diperbarui: 22 Desember 2022   10:43 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mahasiswa - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Prodi S1 Akuntansi Universitas Pamulang

Sangat banyak korporasi mengalami kesulitan dalam proses penyampaian komunikasi pada bisnis. Bermula sejak cara konsumsi media masyarakat mengalami perubahan dan pertumbuhan media baru kian signifikan. Dengan metode lama yang dijadikan sebagai strategi komunikasi bisnis pun tak lagi relevan dilakukan di era seperti sekarang.

post truth adalah suatu era dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran. Caranya dengan memainkan emosi dan perasaan netizen. Apakah Indonesia pernah mengalaminya? Bukan hanya pernah, tapi sudah dan masih mengalaminya.

Pada Gelombang 'tsunami' informasi menjadi variabel utama, yang mengantarkan kita pada sebuah era yang disebut post truth. Era di mana bermacam - macam arus informasi semakin deras beredar melalui berbagai platform digital. Situasi yang membuat ketidakpastian antara kebenaran dan kebohongan sangatlah tipis. Keduanya tampak samar dan sulit untuk dibedakan.

Era post truth berjalannya waktu mendorong korporasi untuk lebih fokus serta kehati-hatian ekstra dalam komunikasi bisnis. Karena pada era tersebut masyarakat mengedepankan perasaan dalam menerima informasi namun mengesampingkan nilai obyektivitas, sehingga banyak orang diluaran sana yang sering bersalah paham dalam berkomunikasi.

kekinian, komunikasi bisnis di era post truth perlu strategi melalui pendekatan riset dan metode assessment. Tak lagi cukup hanya berbekal pendekatan dengan media melalui press release atau pers conference lagi.

Lembaga atau perusahaan sepatutnya menyusun rangkaian strategi yang jauh lebih kreatif dan inovatif agar pesan bisnis dapat dipahami sesuai yang diharapkan. Yang lebih penting tidak gagal paham.

Sebelum menyampaikan pesan bisnis, korporasi setidaknya harus paham dan dicermati betul karakteristik publik di era post truth. Salah satunya, masyarakat sangat gemar mengonsumsi informasi yang mengaduk-aduk perasaan. Itulah yang menjadi pemicu utama mengapa tidak sedikit berita kecil dan sebelumnya dianggap sepele, berubah menjadi heboh dan viral karena telah mempengaruhi sisi emosional seseorang/ menggiring opini yang tidak sesuai kenyataan karna sudah terlalu termakan pesan yang tidak benar.

Mengapa demikian? Karena referensi informasi masyarakat sekarang sudah sangat beragam. Media sosial menjadi pilihan utama untuk mendapatkan suatu informasi ( berita acara ). Berdasarkan survei Katadata periode November 2020, 76% masyarakat Indonesia cenderung memanfaatkan media sosial sebagai sumber informasi yang paling mudah diakses.

Media sosial menggeser pemanfaatan media massa seperti koran, televisi dan radio.Durasi pemanfaatan internet berdasarkan survei pada 2021, media sosial merupakan platform yang paling lama diakses, yakni rata-rata 2,5 jam per hari. Disusul media daring yang berada pada urutan kedua yang hanya dikonsumsi 1,4 jam saja. Maka dari itu, secara targeting, media sosial merupakan sarana paling tepat untuk mentransfer pesan-pesan bisnis ke masyarakat yang menggunakan media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun