Tapi masalahnya, algoritma ini membuat kita “terperangkap”. Konten yang terus-terusan sesuai preferensi kita membuat otak merasa selalu ingin lebih (penasaran plus ketagihan). Yang akhirnya, muncul kecanduan yang bisa dikatakan tidak wajar. Kita rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk mencari hiburan instan.
Efek lainnya yaitu membuat kemampuan fokus jadi menurun. Otak terbiasa menerima informasi cepat, jadi sulit untuk konsentrasi di kehidupan nyata yang tidak secepat itu.
Selain itu, ada juga kebutuhan validasi instan. Kalau kita membuat video dan dapat banyak like atau komentar membuat kita merasa “berharga,” tapi kalau tidak ada, langsung insecure.
Ternyata videoku tidak sebagus itu ya.
Ini mengkhawatirkan, karena bisa membuat mental kita terlalu bergantung pada pengakuan orang lain.
2. Dampak terhadap Interaksi Sosial
Ketika terlalu sibuk dengan TikTok, tanpa sadar kita mulai menjauh dari interaksi sosial nyata.
Lagi kumpul bareng teman atau keluarga, tangan malah sibuk pegang HP, apalagi kalau bukan untuk scroll-scroll tiktok?
Plus otak mikirin views terus, atau bahkan repot bikin konten. Akhirnya, momen berkualitas dengan orang terdekat hilang begitu saja.
Sebetulnya mikirin views plus bikin konten nggak masalah kalau kita punya penghasilan disitu, tapi kalau cuma untuk mencari validasi, mending fokus dulu dengan teman atau keluarga yang sedang berkumpul bersama.
3. Kesenjangan Realitas yang Mengkhawatirkan
Ini yang sering terjadi. TikTok penuh dengan konten yang terlihat sempurna. Orang-orang pamer gaya hidup mewah, traveling ke tempat mahal, wajah mulus nan kinclong, atau hubungan romantis yang kelihatan “goals.” Masalahnya, semua itu tidak semuanya nyata, bisa jadi itu hanya sekedar konten saja atau mungkin setingan.
Tapi, sebagai penonton, kita suka lupa. Kita mulai membandingkan hidup kita yang biasa-biasa saja dengan mereka yang terlihat serba sempurna. Akhirnya, muncul perasaan minder, merasa kurang, atau bahkan depresi karena merasa tidak selevel dengan orang-orang di TikTok.