Belakangan ini, angka pernikahan di Indonesia kabarnya makin menurun. Banyak yang bilang alasannya karena cowok jaman sekarang makin sedikit yang 'maskulin'. Kalau teman-teman suka main media sosial, pasti pernah liat statement-statement yang kurang lebih seperti ini,Â
Udah nggak ada lagi tuh cowok yang rela banting tulang buat pasangannya, malah sekarang maunya split bill, effortnya nggak ugal-ugalan, bahkan ada yang nunggu di-chat duluan.
Tapi, apakah benar semua ini gara-gara cowok maskulin makin langka? Atau sebenernya ada alasan lain yang lebih masuk akal?
Dulu, kalau ngomongin cowok maskulin, yang pertama kali terlintas di pikiran adalah sosok yang kuat, bisa kerja keras, dan jadi tulang punggung keluarga. Pokoknya, harus bisa memberikan segalanya buat pasangannya. Tapi, zaman sekarang, standar cowok maskulin sudah bergeser sangat jauh!
Sekarang, cewek-cewek dengan segala standarnya tidak hanya mencari cowok yang kuat secara fisik, tapi juga punya hati yang lembut. Mereka ingin punya pasangan yang bisa diajak berbagi, baik suka maupun duka. Maka dari itu, tidak heran kalau konsep split bill jadi makin populer, walau banyak pro kontra nya. Cowok sekarang tidak lagi harus bayar semua tagihan, tapi bisa saling membantu secara finansial.
Selain itu, cewek-cewek juga menghargai, bahkan menyukai cowok yang mau terlibat dalam urusan rumah tangga. Tidak hanya kerja di luar pulang bawa uang, tapi juga bisa masak, cuci baju, atau mengurus anak. Pokoknya, sama-sama berbagi tugas di rumah.
Intinya, cowok maskulin idaman zaman sekarang itu lebih ke arah yang equal partner. Mereka nggak lagi dilihat sebagai sosok yang dominan, tapi sebagai teman hidup yang setara.
Jadi begini, zaman sekarang itu beda dari zaman orang tua kita dulu. Dulu, habis lulus sekolah, nyari kerja nggak sesusah sekarang. Harga-harga kebutuhan sehari-hari juga masih terjangkau. Jadi, ya wajar saja kalau banyak orang tua zaman dulu yang sudah bisa punya rumah dan keluarga di usia muda.
Tapi sekarang? Wah beda cerita! Mau kuliah biayanya tau sendiri kan? Belum lagi kalau mau cari kerja yang sesuai dengan jurusan dan gaji yang mencukupi kebutuhan itu butuh perjuangan banget. Persaingan kerja makin ketat, apalagi kalau nggak punya koneksi atau pengalaman kerja.
Lalu, harga-harga kebutuhan pokok juga naik terus. Mau beli rumah? Harganya selangit! Mau nikah? Biaya resepsi saja sudah bikin pusing tujuh keliling. Belum lagi kalau mau punya anak, biaya pendidikannya juga nggak main-main.
Nah, karena kondisi ekonomi yang seperti ini, banyak cowok yang baru bisa mapan di usia yang lebih tua. Padahal, banyak cewek yang ingin menikah di usia yang tidak terlalu tua. Jadi, ya wajar saja kalau banyak pasangan yang menunda pernikahan karena belum siap secara finansial.
Intinya, kondisi ekonomi yang tidak menentu ini banyak orang berpikir dua kali untuk menikah. Soalnya, untuk bangun rumah tangga yang bahagia dan stabil, butuh persiapan yang matang, baik dari segi finansial maupun mental
Jadi, kurangnya maskulinitas itu nggak bisa dibilang satu-satunya alasan kenapa angka pernikahan menurun. Masalahnya jauh lebih kompleks, mulai dari tekanan ekonomi, perubahan sosial, sampai budaya yang terus berkembang. Lagipula, hubungan zaman sekarang itu mestinya tidak lagi soal siapa yang lebih ‘maskulin’ atau ‘feminin’. Yang penting itu kerja sama, saling mendukung, dan bersama-sama menghadapi tantangan hidup. Stereotip gender sudah tidak relevan untuk dijadikan patokan hubungan yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H