Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Tata Usaha

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kondisi Psikologis Seseorang Setelah Turun dari Jabatan Prestisius yang Dijalani Selama Lebih dari 5 Tahun

19 Oktober 2024   14:08 Diperbarui: 19 Oktober 2024   14:14 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Jabatan | Kompas.id

Punya jabatan prestisius seperti presiden, CEO, atau manajer tingkat tinggi pasti membuat hidup terasa "wah". Orang-orang yang memegang jabatan seperti ini biasanya dihormati, punya akses istimewa ke berbagai hal, dan tentu saja, punya status sosial yang tinggi. Mereka menikmati banyak keuntungan selama menjabat. Tapi, seperti kata pepatah, tidak ada yang abadi, termasuk jabatan. Ketika masa jabatan berakhir atau harus turun dari posisi tersebut, biasanya ada dampak besar yang tidak hanya dirasakan secara fisik, tapi juga secara psikologis (mental). Perasaan kehilangan, bingung, bahkan stres bisa muncul karena sulit melepaskan diri dari semua kenyamanan yang pernah dinikmati.

Setelah bertahun-tahun duduk di posisi tinggi, jabatan itu jadi bagian besar dari hidup seseorang. Saat mereka harus turun, wajar kalau muncul perasaan kehilangan, bahkan seperti kehilangan jati diri. Soalnya, identitas mereka sudah sangat lama menyatu dengan jabatan itu. Dari orang yang selalu dihormati dan didengarkan, tiba-tiba jadi "orang biasa" lagi. Ini yang membuat banyak orang mengalami yang namanya post-power syndrome, yaitu perasaan hampa atau nggak tau mau ngapain setelah kehilangan kekuasaan.

Di fase ini, krisis identitas bisa terjadi. Mereka mulai merasa, "Kalau gue bukan bos lagi, gue ini siapa?" Banyak yang kesulitan beradaptasi karena sudah terbiasa hidup dalam lingkungan yang penuh kontrol dan prestise. Saat itu hilang, mereka bingung bagaimana caranya move on dari status yang sudah lama melekat.

Ketika seseorang turun dari jabatan tinggi, otomatis status sosial mereka juga ikut berubah. Dulu mungkin mereka selalu jadi pusat perhatian, dihormati, diundang ke acara-acara penting, dan orang-orang mendengarkan setiap kata-katanya. Tapi setelah tak lagi pegang jabatan, situasinya bisa jauh berbeda. Orang yang dulu menghormati mungkin tidak lagi menaruh perhatian sebesar dulu, dan perlahan-lahan, rasa "spesial" itu menghilang.

Penurunan status sosial ini jelas bisa berdampak ke harga diri. Bayangin, dari yang biasanya disanjung-sanjung, sekarang lebih banyak diabaikan. Kehilangan penghargaan dan penghormatan sosial membuat mereka mulai meragukan diri sendiri. "Apakah saya masih berharga tanpa jabatan ini?" Itu pertanyaan yang sering muncul. Bagi sebagian orang, hal ini bisa jadi pukulan telak, karena selama ini harga diri mereka dibangun dari jabatan dan kekuasaan yang mereka punya. Akhirnya, mereka merasa tidak sepenting dulu, dan itu membuat kepercayaan diri mereka anjlok.

Bagi sebagian orang, jabatan prestisius itu bukan hanya soal gengsi atau status sosial, tapi juga sumber utama penghasilan dan kepuasan batin. Selama menjabat, mereka bisa hidup nyaman secara finansial, punya akses ke fasilitas tertentu, dan merasa puas secara emosional karena dianggap penting dan dihargai. Jadi, ketika jabatan itu hilang, mereka tidak hanya kehilangan kekuasaan, tapi juga sumber pendapatan yang selama ini mereka andalkan untuk hidup.

Kehilangan ini membuat kecemasan muncul, apalagi kalau mereka tidak punya rencana cadangan untuk masa depan. Pikiran seperti "Gimana nanti saya bisa mencukupi kebutuhan kalau nggak ada jabatan ini?" sering menghantui. Bagi mereka yang hidupnya sudah terlanjur nyaman karena jabatan, kehilangan posisi tersebut bisa terasa menakutkan. Tidak hanya soal uang, tapi juga perasaan kehilangan tempat di masyarakat. Jabatan yang hilang ini kadang membuat orang merasa tidak punya "pegangan" lagi, baik secara emosional maupun finansial.

Kehilangan jabatan bisa membuat seseorang mengalami stres berat, apalagi kalau mereka sangat bergantung pada posisi itu untuk identitas dan penghidupan. Rasa kehilangan, ditambah tekanan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru, bisa memicu berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, bahkan rasa putus asa. Stres ini tidak bisa dianggap remeh, karena efeknya bisa berdampak ke fisik juga.

Dalam beberapa kasus ekstrem, orang yang tidak bisa menerima kehilangan jabatannya bisa jatuh sakit. Ada yang mulai sering sakit-sakitan karena stres mengganggu sistem kekebalan tubuh. Bahkan, tidak jarang juga orang mengalami serangan jantung atau penyakit serius lainnya akibat tekanan mental yang berat. Lebih parah lagi, ada juga yang sampai merasa hidupnya tidak punya makna lagi dan memilih jalan tragis, seperti bunuh diri. Ini terjadi karena rasa kehilangan yang mendalam dan perasaan bahwa tanpa jabatan itu, hidup mereka jadi tidak berarti lagi.

Stres akibat kehilangan jabatan memang tidak main-main, dan kalau tidak segera ditangani, bisa berujung pada dampak yang sangat serius, baik mental maupun fisik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun