Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Tata Usaha

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nietzsche dan Stoa, Dua Pandangan yang Berbeda tentang Kehidupan

19 September 2024   16:44 Diperbarui: 19 September 2024   16:54 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Pandangan Hidup Nietzsche dan Stoicisme | theinspiringjournal.com dan pexels.com/@cottonbro/

Stoicisme dan Friedrich Nietzsche mungkin terdengar berat untuk kita bahas, tapi sebenarnya pandangan mereka tentang kehidupan itu menarik untuk dibahas. Keduanya adalah pemikir besar dalam sejarah filsafat, meskipun cara mereka memandang dunia dan bagaimana seharusnya kita menjalani hidup sangat bertolak belakang. Di satu sisi, Stoicisme mengajarkan kita untuk tenang, menerima apa adanya, dan mengendalikan emosi. Sementara itu, Nietzsche lebih menekankan pada hidup penuh gairah, mengikuti keinginan kita, dan menolak menerima nasib begitu saja. Di pembahasan yang agak lumayan berat ini, kita akan membandingkan bagaimana dua filosofi ini menawarkan jalan hidup yang sangat berbeda, terutama soal moralitas dan bagaimana menghadapi dunia yang penuh tantangan.

Pandangan Stoicisme tentang Kehidupan

Stoicisme pada dasarnya mengajarkan kita untuk hidup dengan menerima segala sesuatu yang terjadi. Filosofi ini menekankan pentingnya penyangkalan diri, di mana kita belajar untuk menahan diri dari godaan dan keinginan yang berlebihan. Mereka juga punya konsep amor fati, yang berarti kita harus mencintai nasib kita, apapun itu, baik atau buruk. Selain itu, emosi dianggap sesuatu yang perlu dikendalikan agar kita bisa berpikir jernih dan tidak terombang-ambing oleh perasaan yang tidak stabil.

Kebajikan adalah kunci utama dalam Stoicisme. Menjadi pribadi yang bijak, adil, dan sabar diyakini sebagai cara terbaik untuk mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan sejati. Dengan fokus pada kebajikan, kita bisa merasa damai, meskipun dunia di sekitar kita sedang kacau.

Filosofi ini juga mengajarkan bahwa kita harus menerima alam apa adanya, termasuk kenyataan bahwa semua hal bersifat sementara. Tidak ada yang abadi di dunia ini, dan dengan menerima ketidakkekalan ini, Stoic percaya kita bisa hidup dengan lebih damai tanpa terlalu banyak bergantung pada hal-hal di luar kendali kita.

Pandangan Nietzsche tentang Kehidupan

Bagi Nietzsche, hidup itu bukan soal menahan diri atau pasrah dengan nasib seperti yang diajarkan Stoicisme. Sebaliknya, dia sangat menolak konsep penyangkalan diri dan penerimaan nasib. Buat Nietzsche, kita harus menjalani hidup dengan penuh semangat, mengikuti gairah, dan berani mengejar apa yang kita inginkan. Dia percaya bahwa setiap orang punya keinginan untuk berkuasa, bukan dalam arti mendominasi orang lain, tapi lebih kepada dorongan untuk mengembangkan diri, mencapai potensi maksimal, dan menjadi versi terbaik dari diri kita.

Nietzsche juga sangat individualis. Menurutnya, setiap orang harus menemukan jalan hidupnya sendiri, tidak hanya mengikuti aturan atau nilai-nilai yang sudah ada. Kita tidak bisa puas hanya dengan mengikuti norma atau menundukkan diri pada apa yang dianggap benar oleh masyarakat.

Dia juga mengkritik Stoicisme karena dianggap terlalu kaku dan terbatas dalam melihat kehidupan. Bagi Nietzsche, Stoic terlalu mengandalkan logika dan mengabaikan peran emosi, padahal emosi itu penting dalam pengalaman manusia. Emosi, menurut Nietzsche, bisa memberi kita kekuatan dan motivasi untuk menghadapi tantangan hidup, bukan sesuatu yang harus ditekan atau dihindari.

Perbedaan Utama antara Nietzsche dan Stoicisme

Perbedaan utama antara Nietzsche dan Stoicisme sangat mencolok dalam cara mereka melihat kehidupan dan bagaimana kita seharusnya menghadapinya. Stoicisme menekankan pentingnya tidak tergantung pada emosi. Stoic percaya bahwa emosi bisa membuat kita lemah, jadi lebih baik kita fokus pada logika dan kebajikan. Mereka juga mengajarkan untuk menerima takdir, apapun yang terjadi, karena semua yang kita alami sudah bagian dari rencana alam. Sikap mereka cenderung pasif menerima segala hal dengan tenang dan tidak terlalu bereaksi terhadap hal-hal di luar kendali.

Sebaliknya, Nietzsche justru mendorong kita untuk lebih agresif dan aktif dalam menjalani hidup. Dia percaya bahwa setiap manusia digerakkan oleh keinginan untuk berkuasa, yaitu dorongan untuk terus tumbuh, berkembang, dan mencapai hal-hal besar. Emosi bagi Nietzsche bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan bisa menjadi sumber kekuatan. Emosi seperti semangat, ambisi, dan bahkan rasa sakit bisa mendorong kita untuk meraih kebesaran dan menghadapi hidup dengan lebih berani.

Jadi, di saat Stoic mengajarkan sikap pasif dan penerimaan, Nietzsche justru menekankan pentingnya sikap aktif, berjuang, dan terus mengejar apa yang kita inginkan tanpa merasa terikat pada takdir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun