Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Kepala Tata Usaha

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Membebaskan Anak dari Bayang-bayang Mimpi Orang Tua

15 Mei 2024   14:09 Diperbarui: 15 Mei 2024   18:33 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak dan orang tua. (Sumber Gambar: pexels.com/Dominika Roseclay) 

Tahu tidak, terkadang orang tua kita punya harapan atau cita-cita tertentu yang belum kesampaian, lalu mereka sangat ingin kita yang meneruskannya. Kayak estafet gitu. Mereka mungkin tidak sempat jadi dokter, insinyur, guru, tentara, politikus, pemuka agama atau mungkin artis, dan tanpa sadar, mereka mulai membayangkan kita yang akan jadi penerus mimpi mereka itu.

Tapi, apa iya itu adil untuk kita? Kita punya hak untuk mempunyai mimpi sendiri. Kita juga ingin mengejar apa yang benar-benar kita mau, bukan hanya mengikuti apa yang sudah diatur oleh orang tua. Jadi, di artikel ini kita akan mereset ulang tentang ‘warisan’ mimpi ini. Bagaimana caranya kita bisa lepas dari bayang-bayang mimpi orang tua dan mulai membangun masa depan dengan mimpi yang benar-benar milik kita sendiri. Mari kita mulai! 

Dampak negatif dari tekanan ini terhadap perkembangan individu anak.

Ternyata kalau kita mengikuti mimpi orang tua yang mungkin sebenarnya mimpi itu tidak cocok dengan passion kita, itu bisa berdampak kurang bagus bagi perkembangan kita sebagai individu. Kita seperti diarahkan untuk jalan di satu jalur yang sudah ditentukan, padahal kita ingin eksplor lebih banyak jalan lain yang mungkin lebih cocok untuk kita.

Ketika kita terus-terusan didorong untuk memenuhi ekspektasi orang tua, kita bisa jadi kehilangan kesempatan untuk mengenali diri kita sendiri, apa yang kita suka, apa bakat kita, dan apa mimpi kita yang sebenarnya. Ini bisa membuat kita stres. Kita jadi merasa tidak bebas untuk jadi diri sendiri dan bahkan bisa membuat kita down atau kurang percaya diri kalau kita tidak bisa capai apa yang orang tua kita mau.

Bagaimana mindset ini berakar dalam budaya atau tradisi? 

Mindset atau cara berpikir yang sudah turun-temurun dari generasi ke generasi ini seperti resep rahasia keluarga yang diwariskan dari nenek moyang kita, tapi bukan resep masakan, melainkan resep hidup.

Dalam banyak budaya, termasuk di Indonesia, ada kepercayaan bahwa anak-anak itu harus ‘meneruskan estafet’ dari orang tua mereka. Misalnya, ayah Anda itu seorang dokter, banyak yang berpikir Anda juga harus jadi dokter. Atau kalau keluarga Anda punya usaha, Anda harus ikut andil mengurusi usaha keluarga Anda. Ini semua berakar dari ide bahwa keluarga harus punya ‘garis lurus’ yang tidak boleh terputus.

Tapi, seiring berjalannya waktu, banyak dari kita yang mulai sadar bahwa setiap orang itu unik dan punya mimpi serta passion sendiri-sendiri. Jadi, walaupun mindset kuno ini masih cukup kuat, sekarang banyak orang tua yang mulai sadar akan pentingnya mendukung anak-anak untuk mengejar apa yang mereka inginkan, bukan hanya mengikuti apa yang sudah menjadi ‘tradisi keluarga’.

Jadi, intinya, mindset seperti itu bisa jadi batu sandungan bagi kita untuk berkembang sesuai dengan keinginan kita sendiri. Tapi, untungnya, sekarang ini sudah banyak orang tua yang lebih terbuka dan mendukung anak-anaknya untuk mengejar cita-cita mereka sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun