Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Sekolah

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Siapa pun yang Menang Kita Tetap Cari Uang Sendiri!

4 November 2023   14:34 Diperbarui: 4 November 2023   18:03 2646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Uang, Foto: Gotnews

Apakah Anda elite global or elite politik, apakah Anda orang berpengaruh di Negeri ini, atau Anda adalah salah satu dari 100 orang terkaya di Indonesia?

Kalau memang iya, berarti kemenangan di pilpres 2024 nanti itu sangat berpengaruh untuk Anda. Karena menurut sumber dari: antikorupsi.org, ekonomi.kompas.com, nasional.kontan.co.id dan kompasiana.com/sefriton19 ada pengaruh kemenangan partai politik kepada bisnis atau perusahaan. Pengaruh tersebut bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada jenis dan intensitas hubungan politik yang dimiliki oleh perusahaan. Secara umum, ada beberapa manfaat dan risiko yang bisa diperoleh oleh perusahaan yang memiliki koneksi politik, antara lain:

Manfaat

  • Mendapatkan keuntungan informasi, seperti mengenai kebijakan, regulasi, atau peluang bisnis yang akan diterapkan oleh pemerintah.
  • Mendapatkan akses ke pengambilan keputusan, seperti berpartisipasi dalam penyusunan undang-undang, peraturan, atau anggaran yang berkaitan dengan sektor bisnis.
  • Memperluas pengaruh, seperti membangun jejaring, reputasi, atau citra yang baik di mata pemerintah, masyarakat, atau media.
  • Mengurangi ketidakpastian dan biaya transaksi, seperti mendapatkan kemudahan, perlindungan, atau keringanan dalam perizinan, perpajakan, atau persaingan

Risiko

  • Menimbulkan potensi tindak korupsi dan nepotisme, seperti memberikan suap, gratifikasi, atau fasilitas kepada pejabat, politisi, atau partai politik untuk mendapatkan keuntungan bisnis.
  • Menurunkan nilai perusahaan, seperti mengalami penurunan kinerja, produktivitas, atau efisiensi akibat ketergantungan pada koneksi politik.
  • Menimbulkan konflik kepentingan, seperti mengorbankan kepentingan publik, konsumen, atau lingkungan demi kepentingan bisnis atau politik.
  • Menimbulkan ketidakstabilan, seperti menghadapi perubahan, ketidakpastian, atau risiko politik akibat pergantian pemerintahan, kebijakan, atau regulasi.

Nah, di atas adalah pengaruh positif dan negatifnya bagi elite politik, elite global, orang berpengaruh di Indonesia dan salah satu dari 100 orang kaya di Indonesia. Jika partai politik yang ada di belakang capresnya menang atau kalah.

Lalu bagaimana jika Anda bukan salah satu orang terkaya di Indonesia, bukan orang berpengaruh Indonesia, bukan elite global dan bukan juga elite politik, apakah memberikan pengaruh yang cukup besar buat Anda kalau mereka menang?

Berkaca dari pilpres 2019, pilpres tahun 2019 memang merupakan tahun yang penuh dengan polarisasi politik di Indonesia. Banyak istilah-istilah yang digunakan untuk mengejek atau menghina pendukung kandidat yang berbeda, seperti cebong, kampret, kadrun, atau PKI. Istilah-istilah ini bermula menjelang pemilu serentak 2019, yang merupakan pemilu pertama di Indonesia yang memilih presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif secara bersamaan. Sumber: (id.wikipedia.org).

Pilpres 2019 memang menjadi tahun yang kelam bagi demokrasi Indonesia, karena rakyat terpisah menjadi dua kubu yang saling bermusuhan. Istilah-istilah seperti cebong, kampret, kadrun, atau PKI menjadi simbol dari perpecahan dan permusuhan yang terjadi di masyarakat. Istilah-istilah ini juga menjadi alat untuk menyebarkan kebencian, fitnah, dan provokasi di media sosial, terutama Twitter. Sumber: (katadata.co.id).

Ilustrasi Kampanye Politik, Foto: Antaranews
Ilustrasi Kampanye Politik, Foto: Antaranews

Yang menjadi pertanyaan, di pilpres tahun 2019, yang paling banyak bertengkar siapa? Kalangan elite atau kalangan masyarakat awam?

Menurut sumber dari jurnal.dpr.go.id dan kompas.com banyak kalangan masyarakat awam, masyarakat biasa yang bertengkar karena perbedaan politik pada pilpres 2019. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Adanya polarisasi politik yang tajam antara dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden, yaitu Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Polarisasi ini memicu adanya sikap fanatik, intoleran, dan saling bermusuhan di antara pendukung masing-masing kubu.
  • Adanya penggunaan politik identitas yang mengaitkan pilihan politik dengan agama, suku, ras, atau golongan. Politik identitas ini memanfaatkan isu-isu sensitif, seperti hoax, fitnah, provokasi, atau hate speech, untuk mempengaruhi opini publik dan menyerang lawan politik.
  • Adanya rendahnya literasi politik dan kritisisme masyarakat, terutama di media sosial. Banyak masyarakat yang mudah terpengaruh oleh informasi-informasi yang tidak akurat, tidak terverifikasi, atau tidak berimbang, tanpa melakukan pengecekan atau verifikasi terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan masyarakat mudah terprovokasi dan terlibat dalam konflik politik.

Masyarakat awam banyak yang bertengkar, sedangkan mereka para elite di plipres 2019 ada di mana?

Itulah alasan mengapa artikel ini di buat bertujuan untuk lebih kritis dan lebih bijak lagi dalam menghadapi pemilihan presiden tahun 2024 ini dan juga tidak perlu ada lagi kubu-kubuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun