Terjadi perbedaan suasana ketika saya menjalankan ibadah puasa di kota dan di kampung.
Sebelumnya, saya tidak memiliki kampung, namun setelah menikah dengan istri saya, saya kini memiliki kampung.
Saya memutuskan untuk tiba di rumah mertua saya sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Setelah saya tiba di sana dan menjalankan ibadah puasa, saya merasakan suasana yang berbeda dengan kampung halaman saya sebelumnya.
Diantara berbagai perbedaan, yang paling mencolok dari kampung halaman saya adalah kebersamaan.
Di kampung halaman istri saya, kebersamaan sangat dijunjung tinggi, contohnya dalam hal berbagi. Pintu rumah selalu terbuka untuk tetangga, saudara, dan siapa saja yang ingin berkunjung.Â
Saya pun merasa bebas masuk ke rumah-rumah di sana. Selain itu, meskipun belum terlalu dekat, mereka telah memperlakukan saya seperti keluarga sendiri dengan menjamu saya dengan berbagai hidangan. Saya sangat terheran-heran.
Selain itu, di sana ada tradisi berbagi menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti berbagi biskuit, nastar, minuman, dan lain-lain. Bahkan mertua saya sangat rajin dalam berbagi kepada keluarga dan tetangga di sekitar.
Tidak hanya tentang berbagi saja, orang-orang di kampung halaman istri saya sangat ramah. Hampir setiap orang yang saya temui selalu menyapa, bahkan orang yang tidak saya kenal sekalipun ikut menyapa.
Saya merasa sungguh luar biasa, ketika saya hidup di kota yang kehidupannya terbilang individualis dan kemudian tiba-tiba berada di lingkungan yang gotong royong seperti di kampung halaman istri saya. Perbedaan gaya kehidupannya sangatlah besar, sekitar 360 derajat dari yang saya biasa jalani.Â