Pernahkah membaca atau mendengarkan kisah tentang seorang anak laki-laki yang meneriakkan kata 'serigala'Â dari atas sebuah bukit yang ditujukan kepada para petani yang sedang bekerja dibawahnya? Di awalnya Ketika anak laki-laki itu meneriakkan kata 'serigala', namun sebenarnya tidak ada serigalanya. Anak laki-laki itu ingin mempermainkan para petani yang sebenarnya telah berniat baik untuk menolong. Dan ketika akhirnya serigala benar-benar muncul dihadapannya lalu melahap kambing-kambing yang sedang digembalanya, tidak ada satu orangpun yang mempercayainya.
Sejalan dengan analogi diatas, Sebuah survey terkenal yang berasal dari HARVARD, menemukan bahwa balita pada umumnya mendengar kata NO/ tidak boleh/ jangan sebanyak 400 kali per harinya. Sesering itu ya, ternyata balita mendapat laragan dari orang tuanya.
Ketika orang tua mengatakan NO / jangan/ tidak boleh pada anak-anak untuk segala hal, itu artinya kita mempertaruhkan kemungkinan mereka tidak akan mendengarkan Ketika terjadi hal-hal yang benar-benar penting. Bagaimana orang tua bersikap dan berbicara dapat mempengaruhi perkembangan anak saat anak-anak kelak menjadi dewasa?
Lalu apakah sebaiknya kita sebagai orang tua sebaiknya tidak menggunakan kata NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak?
Menurut Psikolog dari Fakultas UI Rose Mini Adi Prianto, penggunaan NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak sebenarnya tergantung dari bagaimana kondisi anak itu sendiri. Menurutnya, pada usia-usia tertentu anak kadang-kadang mengucapkan sesuatu namun malah melakukan hal sebaliknya. Untuk menghadapinya maka segala sesuatu yang justru kebalikan dari yang diperintahkan orang tua, maka sebaiknya menurut Psikolog UI Rose Mini, saat melarang anak yang demikian sebaiknya orang tua tidak menggunakan kata NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak. Namun katakanlah "Boleh, tapi setelah ini ya, atau Boleh, tapi adik harus makan dulu ya sekarang"
Anak-anak biasanya menunjukkan kepada gurunya kebutuhan dan minat mereka melalui Tindakan mereka didalam kelas. Kita hanya perlu mengamati dan menemukan cara untuk mengatakan "YA" pada saat belajar saja.
Contoh :Â
Ketika seorang anak memanjat rak buku, mereka sebenarnya mungkin sedang berusaha meraih sesuatu atau menunjukkan kepada kita bahwa mereka perlu menggerakkan tubuhnya dan memanjat. Sebagai guru / pendidik sebaiknya kita dapat mengarahkan saja mereka ke tempat yang lebih amat untuk mereka memanjat. Jadi kita sebagai orang tua ataupun guru tidak membiasakan untuk sering mengucapkan NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak.
Apalagi jika kata NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak diucapkan dengan nada marah, berulang, dan keras. Maka hal ini akan membuatnya menjadi anak yang takut untuk berbuat salah.
Seringnya kita mengucapkan kata NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak, namun dengan ketidak konsistenan, maka itu akan menjadi fenomena yang sama dengan yang terjadi pada kisah anak lelaki dan serigala diatas. Karena kata NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak akan dianggap oleh anak-anak sebagai sebuah tantangan bagi mereka. Mereka akan malah mengerjakannya atau sebaliknya menjadikan anak yang kehialangan inisiatif dalam bertindak karena sudah ditakuti dengan kata NO/ Tidak boleh/ Jangan untuk melarang anak.