Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengubah Cara Sapa Pagi kepada Siswa di Sekolah

8 Januari 2024   21:00 Diperbarui: 8 Januari 2024   21:08 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat memasuki sekolah, anak-anak tidak semua datang ke sekolah dengan hati yang riang gembira. Kemungkinan besar mereka juga merasakan sesuatu yang dibawanya dari rumah atau merasa canggung dan gugup saat memasuki area sekolah yang disebabkan oleh banyak hal. Apalagi bila itu adalah siswa baru yang pertama kali ke sekolah. Bagi siswa baru, hari pertama ke sekolah adalah masa yang paling menyulitkan dan anak-anak membutuhkan orang lain untuk membantunya beradaptasi. Maka tak jarang, orang tua menyertakan anak-anaknya dengan anak lainnya atau meminta teman lainnya untuk selalu bersama agar saling menguatkan.

Sebagai guru atau pendidik, kita adalah orang tua pengganti selama di sekolah. Menunjukkan sikap bahwa anak-anak disambut dengan baik sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan adalah penting kiranya untuk dilakukan. Namun tak jarang guru melakukan kesalahan saat menyambut siswa di sekolah. Padahal momen ketika tiba di sekolah adalah juga penentu mood anak untuk berada di sekolah sepanjang hari.

Senyum, sapa dan salam ketika siswa tiba di sekolah menyambut hangat anak didik penuh rasa kasih sayang di depan gerbang sekolah merupakan harapan agar terbangunnya suasana nyaman dan harmonis di lingkungan sekolah. Secara psikis, suasana yang nyaman dan harmonis dapat mendorong pula rasa bahagia pada siswa sebagai awal persiapan proses pembelajarannya.

Penyambutan siswa di depan sekolah dengan ramah dan santun dapat memberikan contoh pembelajaran sikap positif dan suri teladan yang baik kepada siswa yang akan berdampak pula kepada citra baik sekolah. Selain itu sikap disiplin juga dapat terbentuk ketika guru siap sedia menanti di depan sekolah untuk membimbing dan mendidik siswa pada hari itu.

Kegiatan sapa pagi untuk menyambut siswa di sekolah juga akan membentuk karakter dan nilai-nilai kehidupan sebagai bentuk pelayanan paripurna kepada orang tua siswa yang telah mempercayakan putra -- putri mereka di sekolah. Hal ini akan membentuk citra baik sekolah yang mempunyai kualitas dan budaya sekolah yang bermutu. Selain itu kegiatan sapa pagi siswa juga bermanfaat untuk siswa meningkatkan rasa percaya diri dan berkomunikasi mulai dari menjawab sapaan guru sehingga terjalin ikatan kedekatan dan keakraban di antara keduanya.

Setelah beberapa waktu mempelajari kegiatan sapa pagi siswa ini, ada cara yang harus diubah ketika menyapa anak-anak/ siswa didik ketika mereka tiba di sekolah. Alih-alih memberi fondasi nilai-nilai kehidupan kepada generasi untuk selalu menumbuhkan rasa saling menghormati dan dihargai, sapa pagi dapat berujung kepada perasaan tidak tenang dan percaya diri. Hal ini terjadi ketika guru atau tenaga pendidik tanpa sadar bertanya kepada hal-hal yang membuat mereka tidak nyaman dengan keadaannya. Sambutan guru atau tenaga pendidik yang sudah terprogram adalah mengomentari penampilan dan apa yang anak-anak atau siswa kenakan. Sudah saatnya hal ini dapat dipertimbangkan dan dihentikan.

Ada beberapa alasan mengapa tenaga pendidik atau guru diharapkan untuk memilih tidak mengomentari penampilan. Beberapa alasan tersebut di antaranya adalah:

1. Bahwa komentar yang terus menerus mengenai penampilan pada siswa dapat membuat anak-anak atau siswa didik mengaitkan nilai mereka hanya kepada penampilan. Hal ini akan mendorong kualitas lain yang seharusnya dapat membantu membangun rasa percaya diri yang lebih baik.

2. Menekankan minat, keterampilan, atau ciri-ciri kepribadian akan menumbuhkan rasa individualitas, sehingga anak merasa dihargai oleh apa yang mereka miliki dan apa adanya, bukan atas penampilannya.

3. Komentar yang sering berfokus kepada penampilan dapat menimbulkan tekanan bagi anak untuk memenuhi standar kecantikan tertentu, yang berpotensi menimbulkan masalah citra tubuh. Misalnya sapaan "loh koq rambutnya keriting dan tidak rapi", "mana ikat pinggang kamu? kan jadi hilang gantengnya" dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun