Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memaksimalkan Peran Guru Menghadapi Kasus Kekerasan di Sekolah

24 November 2023   20:55 Diperbarui: 24 November 2023   20:58 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika mulai mengajar anak-anak usia sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama secara bersama-sama di daerah, ada banyak siswa yang melakukan canda dan interaksi dengan menggunakan bahasa- bahasa yang menjadi tren saat ini. Bahasa-bahasa tren yang banyak di populerkan di banyak akun-akun media sosial dianggap sebagai sesuatu yang kekinian meski itu kurang pantas untuk didengar dan diucapkan. Akibatnya anak-anak tidak lagi mengedepankan norma-norma kesopanan sebagai pembatas interaksi dengan yang lainnya.

Mencermati fenomena ini, guru juga perlu untuk mengambil peranan penting dan lebih agar tidak ikut terjebak dalam membuka peluang munculnya kasus bullying tanpa disadari. Ya benar sekali, pakar UPI, Bandung juga turut mencermati hal ini. Bahwa guru perlu berhati-hati karena bisa jadi guru juga membuka peluang bullying tanpa sadar.

Sering kali sebagai guru, kita tentu saja ingin ikut terlibat dalam setiap komunikasi bersama anak didik di sekolah. Mungkin hanya ingin sekedar dekat dengan mereka, maka guru akan melemparkan canda tanpa bermaksud untuk merendahkan. Namun, apabila tidak berhati-hati hal ini akan disikapi oleh anak-anak untuk melakukan hal yang sama bahkan lebih yang berujung kepada kasus bullying.

Maraknya kasus bullying di sekolah, bukan tidak mungkin bisa saja terjadi justru karena ada peran guru di dalamnya.  Ya, guru bisa menjadi pelaku bullying tanpa ia sadari.

Meski kampanye anti bullying semakin marak di sekolah, tetapi apabila tidak didukung dengan peran guru dalam mengajak anak-anak untuk bersikap lebih baik, maka materi ini bisa tidak berjalan sebagaimana mestinya jika pendidik atau guru tak ikut berpartisipasi. Pada kenyataannya, guru harus memaksimalkan peran baiknya agar kasus kekerasan atau bullying disekolah tidak semakin marak dan terjadi.

Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Dinn Wahyudin mengatakan: Kadang kala guru itu membuka peluang bullying. Misalnya, mengomentari tubuh siswanya. "Kok kamu gendut?" Karena dianggap komentar yang wajar, murid di kelas akhirnya ikut mem-bully anak yang dikomentari guru itu.

Jika hal itu dilakukan terus menerus, maka akhirnya ini menjadi repeating action. Artinya menormalisasi candaan siswa yang gemuk. Ketika guru tertawa yang diikuti oleh murid lainnya, kemudian yang di-bully juga ikut tertawa meski sebenarnya ia tidak menyukainya, maka kebiasaan itu juga ternyata tidak ada yang mengingatkan yang pada akhirnya bullying itu semakin besar. Jika sudah semakin parah, maka siapa yang akan disalahkan?

Peran guru disekolah adalah menyampaikan hal-hal baik kepada anak didik. Sangat tidak etis jika guru terlalu ikut campur mengurusi bentuk tubuh, kondisi ekonomi, suku, ras, agama maupun urusan pribadi siswa di depan siswa lainnya.

Selain tentang komentar-komentar spontan yang dilakukan oleh guru di sekolah yang secara tidak sadar dilakukan seperti yang telah disebutkan, hal lain yang perlu menjadi concern bersama juga adalah mengenai persaingan di kelas yang menyebabkan celah bulllying semakin terbuka lebar. Persaingan yang dimaksud bisa terjadi dengan adanya perlakuan pilih kasih atau bahkan pengurutan ranking yang sudah seharusnya tidak menjadi tren lagi disekolah.

Sebagai guru tentu kita sangat paham siapa yang terbaik di dalam kelas. Namun hal itu bukanlah sesuatu yang mutlak bahwa anak-anak tersebut diperlakukan secara istimewa sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun