Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

5 Hal yang Terjadi Ketika Menerapkan Disiplin dengan Kritik dan Rasa Malu

29 Juni 2023   21:00 Diperbarui: 29 Juni 2023   21:08 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita mengenal motivasi tidak hanya berasal dari dalam diri (intrinsik) namun juga motivasi ekstrinsik. Lingkungan yang baik dan penuh dukungan dapat mengubah motivasi seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku.

Sesuai usianya, ananda memang belum memahami kritik sebagai bagian dari perlakukan untuk memotivasi seseorang. Ketika ayah-bunda mencoba untuk memberi arahan dengan menyalahkan apa yang telah dilakukan apalagi secara keras dan tegas belum tentu dapat dipahami oleh ananda sebagai sebuah kritikan yang positif. Kita mungkin memang ingin menerapkan disiplin sejak dini kepada ananda agar ananda kelak dapat lebih memahami sistematika bersikap dan bertingkah laku, Namun disiplin yang keras tidak mengajarkan motivasi intrinsik pada seseorang loh ayah-bunda. Padahal sejatinya membangun motivasi yang kuat harus tumbuh dari dalam diri sendiri. Motivasi diri yang kuat dalam diri akan melawan berbagai rintangan dengan lebih baik.

Ketika ayah-bunda dalam mendidik ananda bereaksi dengan disiplin yang keras terhadap kesalahan langkah ananda, maka sebenarnya ayah-bunda sedang menumpulkan dampak dari konsekuensi alami (perasaan menyesal dan malu) serta membiarkan mereka memproyeksikan perasaan mereka kepada ayah-bunda, biasanya dalam bentuk kemarahan atau kebencian. Ya benar, sikap yang terlalu keras kepada ananda hanya akan melahirkan kemarahan dan kebencian kepada ananda.

Lalu apakah sebagai orang tua, ayah-bunda tidak boleh mendisiplinkan ananda dengan aturan yang ketat dan tegas?

 

Disiplin keras melahirkan rasa malu.

Apa yang ayah-bunda rasakan ketika ayah-bunda kecil dahulu saat membuat kekacauan, membuat kesalahan, atau membuat kecewa seseorang? Tentu ayah-bunda juga merasa tidak enak karenanya kan? Nah begitu pula yang terjadi dengan ananda ketika mereka berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan ayah-bunda. Namun alih-alih memberikan solusi dan meringankan rasa malu mereka akibat kesalahan yang telah diperbuat, kita justru dan bahkan orang dewasa pada lingkungan sekitar menambahkan dosis kekecewaan, frustrasi, atau kemarahan yang menumpuk saat berusaha mendisiplinkan ananda yang pada akhirnya berhenti menjadi produktif dan mulai merasa seperti rasa malu yang beracun (malahan yang lebih parah adalah tidak membantu memperbaiki perilaku anak). Rasa malu yang tumbuh ini akan mungkin berakibat fatal yang kita tidak akan bisa prediksi akan seperti apa ke depannya.

 

Disiplin keras dan membuat malu ananda menyebabkan rasa trauma yang tidak perlu.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun