Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memahami Autisme dan Tekanan Suara

19 Juni 2023   07:43 Diperbarui: 19 Juni 2023   07:48 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami Autisme Dan Tekanan Suara

Teringat dulu saat pertama kali mulai mengajar di sebuah sekolah inklusi, saya mengalami banyak 'kesenjangan' dalam memahami anak dan mengatur pola mengajar di dalam kelas.  Karena saat itu adalah kali pertama saya memahami dan bertemu dengan anak berkebutuhan khusus, khususnya anak dengan autisme, ADHD dan ADD.

Di sekolah sebelumnya kami diajarkan untuk pengasuhan anak dengan kasih sayang serta menurunkan tone/ tekanan suara sebaik mungkin dan menghindari sikap dominan kepada siswa. Ketika berhadapan dengan siswa penyandang autisme, hal ini tidak berlaku sama sekali. Saya sempat pergi dan menghindar jika partner kerja sedang melakukan praktik one and one kepada siswa di mana tekanan suara menjadi penentu konsentrasi siswa dengan autisme yang sedang diarahkan.

Nah ternyata ini juga terjadi pada mereka dengan autisme loh. Terkadang orang autisme kesulitan mengatur suara kita. Apa yang mereka dengar juga perlu perhatian kita bagaimana mengaturnya. Mungkin sulit bagi kita untuk mengetahui seberapa keras suara kita dan karenanya kita harus dapat mengatur volume kita. Terkadang, kita mungkin bergumul dengan masukan sensori di lingkungan, yang terasa diperkuat. Ini bisa berarti bahwa kita berbicara dengan keras untuk membicarakan input sensori (yang kita alami) di lingkungan. Demikian pula, orang autisme mungkin kesulitan untuk mengetahui aturan sosial yang terkait dengan volume suara dalam situasi tertentu. Misalnya, ada aturan sosial yang tidak terucapkan bahwa siapapun tidak boleh berbicara dengan keras di perpustakaan, tetapi ketika misalnya kita sedang bermain sepak bola, tentunya kita diharapkan untuk berteriak (menurut saya). Jadi kontradiktif sekali kan?

Nah ketika berhadapan dengan siswa autisme, terkadang nada suara kita mungkin disalahartikan oleh orang lain. Itu yang pertama kali saya rasakan. Kenapa jadi seperti membentak ya, padahal suara kita yang tegas memang dibutuhkan oleh mereka, siswa dengan autisme. Karena kita mungkin memiliki nada suara yang berbeda dengan orang lain, seperti berbicara dengan nada monoton atau menekankan suara yang berbeda, dapat diasumsikan bahwa kita bosan atau tidak tertarik atau bersikap kasar. Orang autisme mungkin lebih menekankan pada apa yang sedang kita katakan kepadanya, bukan pada tekanan suara yang kita buat untuk menarik perhatian mereka. Sementara orang-orang awam dan umumnya di sisi lain, mungkin lebih menekankan pada nada suara daripada apa yang sebenarnya dikatakan.

Terkadang, sebagai bagian dari penyamaran autisme, orang autisme mungkin mencoba meniru cara orang -- orang awam dan umum seperti itu dalam berbicara. Orang autisme kadang-kadang belajar bahwa sifat autisme kita tidak mendapatkan apa yang kita butuh kan dan akibatnya kita mungkin meniru mereka yang masih awam itu. Namun bagi saya pribadi setelah saya memahaminya, hal ini terkadang membuat suara saya menjadi terlalu ekspresif dan terdengar sarkastis saat berusaha keras untuk meniru suara orang lain. Dan ini ternyata berjalan sebaliknya dan tidak berlaku demikian.

Orang autisme juga mungkin kesulitan menafsirkan nada suara orang orang-orang di sekelilingnya dan pada umumnya. Kadang-kadang, mungkin ada isyarat sosial yang mendasari yang diberikan seseorang melalui nada suaranya, yang mungkin sulit dipahami oleh orang autisme. Kita mungkin membutuhkan isyarat ini dengan jelas dan eksplisit dinyatakan kepada kita agar anak-anak dengan autisme dapat lebih memahami. Selain itu, ketika seseorang memiliki banyak hal yang ingin disampaikan, maka biasanya ia cenderung berbicara cepat dengan penekanan pada banyak kata. Nada suaranya mungkin naik turun juga saat  merasakan kegembiraan dari minat khusus. Terkadang orang autisme diolok-olok karena cara kita mengekspresikan kegembiraan melalui suara kita. Mereka memiliki kendala dengan hal ini. Karenanya sebagai pengajar tentu masih banyak hal yang harus dipelajari bagaimana kita dapat menguasai pembelajaran bersama mereka. 

Semoga bermanfaat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun