1968
"Sing tenang yo le " kata ibuku ketika belakang telapak tangannya kucium sambil  pamit berangkat untuk ujian akhir SD, dari suaranya saja aku sudah dapat merasakan nada tulus  pasrah dan percaya sehingga langkah kakipun terasa lebih sigap menuju sekolah.
Semua murid kelas 5 sampai kelas 1 diliburkan, kini ruangan kelas yang berjumlah 6 itu tampak lebih rapih, tetapi suasana riuh dan penuh canda masih saja ada walaupun beberapa menit lagi semua murid kelas enam harus masuk mengisi kursinya masing masing sesuai dengan nomor yang sudah ditentukan.
Para guru menjadi murah senyum dan penuh kasih sayang, mereka banyak mengatur murid yang ragu akan duduk dan sedikit gugup ketika mencocokan nomor mejanya tetapi itupun hanya beberapa saat saja.
Ketika lonceng tanda mulai berbunyi suasana semakin senyap, suara batuk batuk kecil terdengar, semua berkonsentrasi pada kertas lembar ujian, didepan kelas bu sum berjalan pelan dan penuh senyum dan sesekali berjalan menyusuri  lewat koridor antar meja, dan tetap dengan penuh senyum dan kasih sayang.
Bu Kun adalah guru kelas 2 yang ditugasi mengawasi ujian kelas 6 diruanganku, aku dan rasanya semua murid merasa nyaman mengerjakan soal tidak merasa bahwa pengawas sebagai halangan  karena mereka tau siapa penagwasnya dan juga pernah diajar oleh bu Kun ketika dikelas 2.
Ketika selesai mengerjakan lembar ujian kami semua kembali seperti ketika sehari hari disekolah bercanda khas anak sekolah dasar, berpamitan pulang tanpa canggung.
Aku sudah bisa menebak apakah aku berhasil atau tidak dan aku juga bisa menebak apakah temanku akan lulus atau mengulang atau pindah, semua punya perasaan sama dan itu dibuktikan ketika hari pengumuman, semua siswa kelas 6 berkerumun didepan papan tulis hitam yang diletakan didepan kantor sekolah, masing masing meneliti apakah nomor ujiannya tertulis dipapan, Â ada yang menangis senang ada yang menangis sedih, dua temanku kembali harus mengulang dikelas 6.
1971
"Bu brangkat ya " kataku sambil setengah berlari, walaupun tidak sempat mencium tangannya aku merasa tanpa jawabanpun pasti ada doa dan harapan dari ibuku.
Hari ini adalah Ujian akhir SMP yang memang sudah kunantikan sejak semalam, semua rumus dan dalil berkalikali aku ulang dikertas agar aku selalu ingat dan dapat kuaplikasikan kedalam soal ujian
Tiba disekolah masuk keruanganpun tidak canggung, kemarin aku sudah melihat disebelah mana ruangan ujianku.
Kali ini pak Sinaga  berbeda dari biasanya, tidak lagi bermuka killer, tapi murah senyum memperhatikan anak didiknya memasuki ruangan, luluh semua perasaanku dan kurasa demikian juga teman temanku ketika lembar ujian dibagikan,  begitu sejuk senyum pak Sinaga, bahasanya lembut tidak seperti waktu mengajar, " kerjakan yang mudah dulu " katanya didepan kelas. berbeda dengan suasana ketika diadakan ulangan harian, beliau akan sangat tegas bila kami menoleh kekiri kekanan, bentakannya akan terdengar sampai kekelas sebelah membuat kami tidak bisa mencontek.
Aku menjadi lebih tenang dan lancar menyelesaikan lembar ujian dan akupun dapat menebak siapa saja yang tidak bisa menyelesaikan soal ujian dan siapa saja yang menyelesaikan soal lebih dulu.
Demikian juga ketika pengumuman hasil ujian diumumkan, aku bisa mengetahui bahwa si polan akan lulus dan si anu tidak lulus, hal ini sudah dapat dilihat dari keseharian kami disekolah.
Ketika tiba saat pengumuman semua murid masuk kekelas masing, setiap anak maju kedepan menerima amplop dengan janji tidak boleh dibuka kecuali oleh orang tua karena diamplop sudah tertulis "Kepada orang tua siswa.......".
Selesai pengumuman ada temanku berani membuka amplop " gue pasti gak lulus" katanya, hal ini sudah disadari dari hasil rapor sebelumnya dan akupun tau dia tidak begitu bias mengikuti pelajaran.
1974
" Untuk kalian yang dikelas 3, soal yang akan dikerjakan nanti adalah soal yang sudah pernah kalian kerjakan, jadi mulai sekarang kalian bisa memeriksa diri kalian sendiri apakah selama ini kalian belajar dengan baik atau hanya asal belajar, buat yang merasakan kurang dapat mengikuti pelajaran segeralah belajar dengan baik " itulah kalimat yang dilontarkan Pak Samidin kepala sekolah pada upacara senin pagi pada kira-kira empat bulan sebelum ujian akhir dan hal itupun diulang lagi didepan kelas ketika semua kelas tiga akan diliburkan dalam rangka memasuki  minggu tenang sebelum ujian akhir SLA,
Ketika ujian tiba rasanya seperti ketika hari biasa saja, tawa canda murid dan guru sebelum masuk keruangan tidak berubah, demikian juga ketika ujian dilaksanakan, para pengawas adalah guru yang kami kenal semua dan kesuksesan ujiian dan hasilnya adalah tanggung jawab mereka juga.
Sampai ketika hari dimana hasil ujian diumumkan dan semua murid berada dikelas masing masing kembali walikelas mengatakan hal sama bahwa hasil ujian ini adalah gambaran kerjakeras murid, dan sebelum amplop hasil ujian dibagikan disetujui bahwa amplop boleh dibuka ketika semua sudah menerima (demikian akrabnya kami dengan guru sampai terjadi kompromi ini) dan ketika semua amplop sudah diterimapun masih ada kompromi lagi untuk membukanya dan disetujui bahwa amplop dibuka dulu oleh Mugi  murid yang ditengarai paling jelek nilai ulangan hariannya dan rapor terendah.
Teriakan dan tawa keras terdengar menyusul  begitu Mugi teriak histeris " gue lulus !" Semua tidak perlu tergesa membuka amplop ketika mengetahui bahwa yang biasanya mendapatkan nilai rendah di keseharian saja lulus, apalagi yang berada diatasnya dan  kelas kami dinyatakan lulus seratus persen.
2004
Pulang kerja aku langsung menjemput anak gadisku yang mengikuti bimbingan belajar, dia merasa masih kurang puas dengan pengetahuannya yang didapat disekokah, ujian akhir SMP tinggal beberapa minggu lagi.
Sudah hampir setahun ini kegiatan rutinku menjemputnya dari tempat bimbel, untung saja lokasinya sejalan dengan arah pulang, aku sempat berpikir apakah dia tidak lelah, membandingkan dengan aku yang bekerja dan terasa sangat lelah menjelang tiba dirumah.
Berita yang disiarkan oleh media masa mengenai UN sangat mempengaruhi, sampai sampai aku harus menenangkan anakku, agar jangan menghiraukan berita tetap konsentrasi dan akupun harus minta ijin kekantor untuk datang telat karena harus mengantar anakku UN, kami orang tua begitu khawatir (aku tidak tau apakah demikian juga dengan anakku) untung saja anakku termasuk 15 besar dikelasnya paling tidak masih memberi harapan dari 40 murid yang ada dikelasnya.
Keluhan yang pertama aku dengar sepulang ujian adalah adanya para pengawas yang tidak dikenalnya walaupun masih ada nada optimis, konsentrasiku dikantor agak berkurang karena sebagian tersita oleh suasana ujian anakku.
Hari pengumuman pun tiba, hampir setiap anak didampingi orang tua, terpaksa aku ijin dari kantor hanya untuk memberi perhatian untuk hal ini dan hasilnya anakku tidak lulus, semua anggota keluarga bersedih, demikian juga yang beberapa teman anakku yang punya rangking 10 besar ada yang tidak lulus tetapi ada juga yang rangking jauh dibawah anakku lulus.
Seakan dunia runtuh aku berpurapura membesarkan hati anakku walau hatiku juga ikut runtuh, untung ada pengumuman yang membolehkan siswa ikut ujian susulan untuk mata pelajaran yang tidak lulus beberapa hari kedepan.
Aku kembali memberi semangat anakku dan sebagai konpensasinya aku kembali ijin 2 hri dari kantor, beberapa hari sebelumnya (hampir semua orang tua) Â mensurvai lokasi ujian, ternyata ujian susulan ini untuk semua sekolah dalam satu rayon tidak diadakan disekolah masing masing, aku baru mengerti ketika menunggui anakku ujian para orang tua saling bertukar pikiran dan keluhan.
Beruntunglah kali ini anakku berhasil lulus, Â ya kali ini anakku beruntung bisa lulus seperti juga teman kelasnya yang rangkingnya jauh dibawah bisa beruntung lulus tanpa harus ikut ujian susulan.
2007
Tiga tahun kemudian kembali anakku harus menghadapi ujian dan kembali semua konsentrasi selama ujian tercurah untuk dia, ijin kantor, antar jemput ujian dan keluhan bahwa pengawasnya tidak dikenal sehingga ketegangan terjadi bila pengawas berjalan disekitar mejanya.
Kejadian 3 tahun lalu  kembali terulang lagi ketika pengumuman ujian, ijin kantor dan bersamasama para orang tua ikut hadir diaula sekolah dan jumlah orang tua hampir dua kali lipat murid karena satu murid ditemani bapak ibunya dan ada juga yang membawa paman atau bibinya atau adik adiknya, semua hanya ingin memberi kekuatan pada anaknya.
" Mohon maaf kepada para orang tua yang selama ini kami memaksa anak anak belajar dari sampai jam 3 atau 4 sore, hal ini hanya agar mereka memperoleh hasil maksimal, sebetulnya tiga tahu pelajaran itu kami berikan di dua tahun pertama dan dikelas 3 hanya beberpa bulan semua pelajaran 3 tahun sudah kami berikan, delapan bulan sisanya adalah hanya memberikan dan membahas soal soal karena  kamipun tidak tau apa yang akan diujikan nanti, jadi sekali lagi mohon maaf " demikian disampaikan oleh salah satu guru yang menjabat dalam panitia persiapan ujian.
" Kali ini kami tidak memberikan amplop atau kertas sebagai tanda bahwa nomor ujian sianak lulus atau tidak, tetapi terima kasih juga kepada anak anak yang dengan sengaja dan rela berlama lama dikelas hanya mengulang soal dan memecahkan soal yang sebenarnya dia sudah tau, atas dasar itulah maka tidak ada pemberiam amplop atau lainnya karena " ,  suara guru berhenti sebentar matanya menyapu seluruh ruangan, wajahku tegang, istriku mengusap air matanya, anakku memegang lenganku keras dan kembali suara guru terdengar  " karena kelas tiga tahun ini dinyatakan lulus seratus persen "
Suara tangis, tawa dan teriakan histeris terdengar, kami saling berpelukan terharu, semua saling jabat tangan, hari ini kami benar benar lega.
"Gila" dalam hatiku sampai sedemikiankah.
Tiba dirrumah terpaksa kecerian ini terhenti sebentar, sepupu istriku menangis histeris, anaknya tidak lulus, sementara anakku dan anak sepupuku mengobrol dikamar tanpa terdengar tangisan.
2013
Bersyukurlah trauma ujian nasional mulai luntur perlahan dalam diriku, hanya sedikit merenung bila membaca diinternet atau berita di televisi sambil mengenang kejadian beberapa tahun yang lalu.
"Pak de gimana neh, ujianku bisa berantakan, abis lembar jawabannya banyak yang keapus, aku takut gak lulus pak de " Â kata Niken keponakanku masuk kerumah sambil menangis sepulang dari ujian nasional.
Semoga beruntunglah kau nak kataku dalam hati, ya semoga beruntung karena yang menilai adalah mesin pemindai bukan guru yang mengajarmu selama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H