Ini adalah tulisan perdana saya di Kompasiana, sebenarnya saya masih bingung mau nulis apa, tetapi daripada berlama-lama dalam kebingungan saya putuskan untuk memposting sebuah puisi saja. Puisi ini saya tulis pada akhir Desember 2011 yang lalu, silahkan dinikmati dan beri komentarnya... [caption id="attachment_163284" align="alignleft" width="150" caption="just remember..."][/caption] Lelaki Penghalau Burung Bergegas kita pulang menuju desamu di penghujung tahun aku tahu bulirbulir emas dan daun padi sudah menyambut kita di alunalun aku terbayang gemericik air dan nyanyian jangkrik riuh rendah ya, juga angin tahun baru sudah mendahului kita sampai di pondok kecil membawa tawa dan gema sumringah di daundaun tapi kemana gerangan lelaki penghalau burung yang setia menera jejak pada bentangan pematang sawah setiap kali tak alpa menjerang ikanikan di kolam harmoni pada malamnya kita debatkan ramuan bumbunya: tentang dekke naniura* yang kecut meringis tentang gulai entok yang menarik lidah kita sampai ke siku atau tentang segelas tuak yang menggelegak di ubunubun berparade imaji kita hingga menjelang pagi dimana gerangan lelaki penghalau burung tak kutemukan di garis pematang tak jua menyapa di sisi lumbung uff... sesaknya dada asap panggangan tahun lalu masih mendekam menyedak dalam sampai ke hati karena dia pergi tak pernah kembali seperti air meninggalkan pancuran dimanakah bermuara kenangan yang siasia tiada impas hati merindu takkan berarti seikat krisan juga setangkai gladiol putih yang 'kan kusemat di sisi nisan. di kejauhan, orangorangan sawah melambaimelambai. Noeel G. Porsea, 31 Desember 2011. * dekke naniura : makanan khas Batak Toba (ikan mas yang dibumbui dan dimasak dengan asam tanpa api)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H