Lebaran tinggal menghitung hari. Hari Kemenangan yang dinanti-nanti segera kita rayakan sebentar lagi. Tawa, canda, sukacita, hingga beragam ucapan selamat Idulfitri sudah mulai memenuhi notifikasi.
Ya, hari ini, periode cuti bersama sudah dimulai. Pegawai kantoran seperti saya sudah diberi kesempatan menjalani cuti. Tujuannya apalagi kalau bukan berkumpul bersama keluarga tercinta untuk merayakan Idulfitri.
Sambil mencari-cari tiket mudik, saya mulai membayangkan kehangatan suasana di rumah. Hari demi hari, rasa rindu mulai merasuki hati. Menanti kalanya bertemu keluarga tercinta.
Bersua keluarga menjadi agenda wajib selama libur Lebaran. Setelah setahun bekerja di Tanah Perantauan, kini saatnya mudik ke kampung halaman. Bertemu Ibu, kakak, hingga keponakan untuk merajut silaturahmi dan bermaaf-maafan.
Lebaran memang selalu memberi kesan tersendiri. Banyak cerita dan kehangatan yang tercipta saat merayakan Hari Kemenangan. Mulai dari bermaaf-maafan, bagi-bagi THR, berbagi cerita, hingga tentu saja menikmati beragam sajian khas Lebaran.
Berkaitan dengan kuliner, ada satu hal yang selalu terpatri dalam memori. Sejak kecil, Ibu selalu menyajikan menu khas keluarga kami: sambil goreng ati. Entah mengapa, kalau melihat makanan yang satu ini, selera makan saya kontan naik tinggi.
Memang, sih, sambal goreng ati bukan satu-satunya menu yang disajikan Ibu. Ada menu lain macam ketupat dan opor ayam. Hanya saja, ketimbang opor ayam, saya pribadi lebih suka sambal goreng ati. Istilah kerennya, lebih sreg di hati.
Jadi, ketika admin Kompasiana menantang peserta kompetisi Diari Ramadan untuk menulis soal “Resep Lebaran Warisan Keluarga”, pikiran saya langsung tertuju ke sambal goreng ati. Tidak ada yang lain lagi.
Sejak dulu, Ibu memang selalu menyiapkan makanan Lebaran seorang diri. Meskipun sekarang sudah banyak aplikasi pesan daring, Ibu selalu bergeming. Saya menduga, Lebaran tahun ini pun akan sama saja.