“Sayang, pokoknya hari ini kamu harus cek darah,” perintah istriku setengah memaksa.
Tentu saja, awalnya aku menolak. Namun karena ia tetap bersikeras, aku pun tak punya pilihan lain selain menurutinya. Setelah melihat hasilnya, ternyata apa yang ditakuti istriku benar-benar menjadi kenyataan.
Sudah sebulan lebih aku merasakan pegal-pegal di sekujur punggung. Mulai dari pinggang hingga pangkal leher. Menengok ke kanan tak enak, menghadap ke kiri pun sama saja. Seakan-akan, semuanya menjadi serba salah.
Rasa sakitnya bahkan semakin menjadi-jadi ketika malam hari. Memaksaku untuk menghabiskan santap sahur dan berbuka saat Ramadan dengan terburu-buru.
Aku tak sanggup berlama-lama duduk di meja makan, setelah seharian bekerja memelototi laptop di kantor. Rebahan di kasur yang empuk, menjadi satu-satunya pilihan bagiku untuk meredakan rasa sakitnya.
Awalnya aku mengira, ini hanyalah pegal-pegal yang biasa menjangkiti pekerja kantoran. Bisa timbul karena posisi duduk yang salah, atau terpaksa banyak duduk karena dikejar oleh deadline yang datang bertubi-tubi. Biasanya hilang seketika setelah pijat-pijat atau istirahat total pada akhir pekan.
Namun setelah berkali-kali dipijat oleh istri, pegal-pegal yang kurasakan tetap tak mau pergi. Memang setelah dipijat, rasanya sedikit lebih enak.
Namun sayangnya, itu hanya bertahan sementara. Ketika kembali bekerja keesokan harinya, ia kembali datang dengan tega. Mengganggu segudang aktivitas yang telah kupersiapkan dengan sebaik-baiknya.
Tentu ada yang salah dengan suamiku, mungkin demikian isi pikiran istriku. Hingga akhirnya ia memaksaku untuk cek darah di sebuah klinik dekat rumah. Hasilnya sungguh di luar dugaan.
Ternyata, kolesterolku sangat tinggi menembus batas normal. Meski masih belum setinggi langit di angkasa, namun itulah yang membuatku merana.