Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penjaga Gawang Konstitusi Bangsa

23 Juli 2023   23:24 Diperbarui: 23 Juli 2023   23:25 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung MK. Keputusan MK seringkali menyangkut hajat hidup orang banyak. Sumber gambar: Elisabeth Novina/National Geographic

Dalam sepak bola, penjaga gawang selalu kalah tenar ketimbang penyerang atau gelandang. Posisinya yang anteng di bawah mistar gawang membuatnya jauh dari sorotan kamera.

Seorang kiper juga tidak dibekali keahlian menggiring bola, menggocek lawan, apalagi mencetak gol. Sehingga keberadaannya jarang mendapat tempat di hati para suporter.

Kendati demikian, pelatih mana pun pasti paham bahwa penjaga gawang mutlak diperlukan dan dibutuhkan dalam suatu kesebelasan. Tidak boleh ditinggalkan, apalagi dilupakan.

Sebab penjaga gawang berperan sebagai jantung terakhir pertahanan. Oleh karenanya, seorang kiper kerap dituntut bermain sempurna alias tidak boleh bertindak salah. Lengah sedikit saja, alamat gawang kebobolan.

Seperti itulah peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) dalam tatanan kehidupan bernegara. Lembaga negara itu bertugas menjaga konstitusi agar asa yang terbetik dalam UUD 1945, sumber hukum tertinggi di Indonesia, mampu diwujudkan untuk kepentingan bangsa.

Pada tahun ini, tepatnya 13 Agustus 2023 nanti, MK akan genap berusia 20 tahun. Ibarat manusia, MK tengah beranjak dari masa remaja menuju pribadi dewasa. Sejak lahir lewat ketokan palu UU No.24/2003, sepak terjang MK telah banyak menghiasi urusan hukum dan kehakiman di Tanah Air.

Hingga 23 Juli 2023, lebih dari 7,92 juta putusan telah dikeluarkan MK. Putusan itu memberi kepastian hukum yang menyangkut empat fungsi MK, yakni menguji UU terhadap UUD 1945, sengketa antarlembaga negara, pembubaran partai poltik, hingga perselisihan hasil pemilu.

Sedari awal, kelahiran MK dibalut dengan semangat reformasi. Sejak rezim orde baru berakhir, UUD 1945 menganut prinsip pemisahan kekuasaan yang tegas di antara cabang-cabang kekuasaan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Dalam negara demokrasi, kedaulatan tertinggi selalu berada di tangan rakyat. Oleh karena itu, MK hadir sebagai lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman yang memastikan mekanisme “checks and balances” di antara cabang-cabang kekuasaan itu bekerja dengan baik.

Mekanisme itu ada untuk menjamin tidak ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi. Sehingga hak-hak konstitusi warga negara akan terjaga, di samping mengawal konstitusionalitas dari konstitusi itu sendiri.

Mengawal Konstitusi

Selama hampir 20 tahun berdiri, ada satu putusan MK yang, menurut saya, paling disyukuri warga negara. Uniknya, putusan itu terbit di tahun pertama MK berdiri, yakni 2003. Seakan membuktikan bahwa kehadiran MK sukses mencegah gawang konstitusi bangsa kebobolan.

Putusan bernomor register 002/PUU-I/2003 itu menyangkut mekanisme penentuan harga migas. Sembilan hakim konstitusi yang memimpin sidang kala itu secara bulat memutuskan kebijakan penentuan harga BBM menjadi kewenangan pemerintah, alih-alih menyerahkannya kepada mekanisme pasar seperti Pasal 28 ayat UU No.22/2001 tentang Migas.

Hakim berpendapat, penentuan harga migas lewat mekanisme pasar tidak sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Pasal itu mengatur cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Oleh sebab itu, MK memutuskan kebijakan penentuan harga BBM haruslah menjadi kewenangan negara, karena BBM bersifat penting dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih akibat dampak krisis moneter 1997/98, warga bisa sedikit bernapas lega. Putusan yang dibacakan MK tepat dua hari setelah kenaikan harga BBM Pertamax dan Elpiji itu akhirnya mendorong pemerintah memberi perhatian lebih pada masyarakat kecil, agar bisa memperoleh BBM dengan harga yang wajar.

Dampaknya, kini kita mengenal dua jenis BBM. Ada yang subsidi, ada pula yang non-subsidi. Sesuai namanya, BBM subsidi yang harganya lebih murah diperuntukkan bagi warga berpenghasilan rendah untuk menjamin keadilan di antara seluruh warga negara.

Gedung MK. Keputusan MK seringkali menyangkut hajat hidup orang banyak. Sumber gambar: Elisabeth Novina/National Geographic
Gedung MK. Keputusan MK seringkali menyangkut hajat hidup orang banyak. Sumber gambar: Elisabeth Novina/National Geographic

Keputusan membela rakyat kecil dan kepentingan orang banyak itu hanya bisa keluar dari palu milik negarawan. Tak heran, dari seluruh jabatan publik yang terbetik dalam UUD 1945, hanya hakim konstitusi yang disyaratkan negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

Ibarat penjaga gawang yang mesti sigap menepis serangan lawan sepanjang pertandingan, beban MK mengawal konstitusi juga dipenuhi banyak tantangan. Ujian terberat, selalu menyedot atensi publik, dan juga kontroversial bagi sebagian orang, datang dari ranah pemilu.

Ujian itu datang saat musim kemarau 2003. Pasal 60 huruf g UU Pemilu Anggota Legislatif tidak membolehkan bekas anggota organisasi terlarang PKI menyalonkan diri sebagai calon anggota DPR.

Bertumpu pada alasan hak memilih dan mencalonkan merupakan hak konstitusi warga negara, MK memutuskan pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sebab, pengingkaran terhadap hak-hak itu adalah pelanggaraan terhadap hak asasi warga negara sebagaimana dijamin UUD 1945.

Kepercayaan dan Kritik Publik

Putusan yang dikeluarkan saat era reformasi masih seumur jagung itu kontan menyedot perhatian banyak orang. Keberanian MK membuang beban sejarah menjadi ekuitas berharga dalam membangun kepercayaan publik.

Dalam putusan itu, sekali lagi, MK membuktikan landasan berpikir dalam tiap amar putusannya semata-mata bertumpu pada konstitusi. Bukan arus politik, apalagi kepentingan penguasa. Sengketa pemilu yang sarat akan dimensi emosional publik, rampung lewat logika konstitusional.

Sikap MK yang sedikit bicara banyak bekerja itu dicintai publik. Hal itu tercermin dari hasil survei kinerja pelayanan publik terhadap MK yang selalu mencatat perbaikan dari tahun ke tahun.

Kinerja Pelayanan Publik terhadap Mahkamah Konstitusi 2020-2022. Sumber: Laporan Kinerja Mahkamah Konstitusi 2020-2022, diolah.
Kinerja Pelayanan Publik terhadap Mahkamah Konstitusi 2020-2022. Sumber: Laporan Kinerja Mahkamah Konstitusi 2020-2022, diolah.

Skor rata-rata kinerja MK selama tiga tahun terakhir selalu berada dalam kategori baik. Dari 84,56 pada 2020, kemudian naik menjadi 86,17 pada 2021. Kinerja MK meningkat lagi menjadi 87,33 pada 2022.

Ditinjau dari kriteria pembentuknya, seluruh aspek mencatatkan perbaikan. Baik dari sisi pelayanan penanganan perkara konstitusi, maupun sisi pelayanan sistem informasi penanganan perkara.

Kendati demikian, putusan MK, suka atau tidak, tidak bisa lepas dari kritik publik. Terkini, sejumlah pakar, akademisi, dan tokoh publik kecewa atas putusan MK yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

Publik menilai pertimbangan MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK sangat lemah. Selain masa jabatan merupakan kewenangan pembuat UU, dalam hal ini DPR dan Pemerintah, publik juga menyayangkan karena masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun dianggap diskriminatif.

Padahal, ada lembaga lain yang masa jabatan pimpinannya tidak sampai lima tahun, seperti Komisi Informasi dan Komisi Penyiaran. Putusan ini dikhawatirkan akan menimbulkan efek bola salju, mendorong lembaga lain yang masa jabatan pimpinannya di bawah lima tahun, ikut menggugat.

Terlepas dari itu semua, segala putusan hakim, harus dihormati dan ditaati, sekalipun ada yang setuju maupun tidak. Meminjam pendapat Ketua MK periode 2008-2013, Mahfud MD, keputusan hakim bersifat mengakhiri perselisihan dan menghilangkan perbedaan.

Maka dari itu, segala kritik terhadap putusan maupun kinerja MK harus membuat kinerja penjaga gawang konstitusi bangsa ini lebih baik lagi. Seperti pesan yang disampaikan Ketua MK, Anwar Usman, usai resmi terpilih sebagai nakhoda MK periode 2023-2028.

Menurutnya, kritik yang pahit sekalipun akan menjadi obat untuk membawa MK lebih baik di masa depan. Dalam konteks itulah, kita sebagai warga negara patut menyayangi dan menjaga MK dengan menyematkan beberapa catatan perbaikan.

Ketua MK Anwar Usman dan Wakil Ketua MK Saldi Isra. Sumber gambar: Jawa Pos
Ketua MK Anwar Usman dan Wakil Ketua MK Saldi Isra. Sumber gambar: Jawa Pos

Satu catatan dari saya terletak pada penguatan institusi hakim. Sekalipun negarawan, hakim konstitusi juga punya keterbatasan. Sengketa dan perkara konstitusi yang terus berdatangan memerlukan sumber daya unggul dalam menengahi dan memberi putusan.

Saya berpendapat, MK segera merekrut tenaga muda segar dan brilian dengan tingkat pendidikan memadai guna memperkuat institusi hakim. Mereka berperan sebagai pemberi masukan substantif agar memperkokoh bangunan argumentasi hukum para hakim yang bertugas memutus perkara.

Keberadaan mereka juga akan menjaga hakim untuk menahan diri dari perdebatan di muka publik. Karena ini menyangkut wibawa dan etika seorang hakim.

Meminjam pendapat Cyhthia Gray dalam Ethical Standard for Judges (2009), “A judge is disqualified if made a public statement, other than in a court proceeding, judicial decision, or opinion, that commits or appears to commit the judge to reach a particular result or rule in a particular way in the proceeding or controversy.”

Dengan kata lain, seorang hakim harus menjaga mulutnya. Sikap itu penting karena produk hakim adalah putusannya, serta mencegah kontroversi meletup di ranah publik. Dalam diam, seorang hakim bekerja membuat pertimbangan dalam merumuskan putusannya.

Pada akhirnya, harapan besar patut kita sematkan pada lembaga pengawal konstitusi bangsa ini. Terlepas dari pro dan kontra yang melatari perjalanannya selama 20 tahun terakhir, MK tetap butuh pemain ke-12 bernama dukungan publik agar jala gawang konstitusi tidak robek dijebol lawan. [Adhi]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun