Riuh tawa anak-anak saban petasan meledak mewarnai suasana rumah kami selama Lebaran. Mereka gembira mendengar bunyi petasan. Untungnya, para tetangga sudah mudik ke kampung halaman. Sehingga tidak ada yang merasa terganggu.
Satu-satunya sosok yang terganggu, siapa lagi kalau bukan Ibu. Lebih tepatnya bukan terganggu, melainkan khawatir akan keselamatan saya dan cucu-cucunya. Khawatir meledak di tangan, katanya.
Saya pun meyakinkan Ibu, bahwa kami akan ekstra hati-hati saat bermain petasan. Saya pun melarang keponakan saya untuk berdiri terlalu dekat dengan lokasi ledakan petasan. Sebagai mitigasi dini supaya tetap aman dan nyaman.
Akan tetapi, kehangatan Lebaran di kampung halaman tidak berlangsung lama. Ibu sudah punya agenda berwisata keluar negeri. Sore hari sudah harus tiba di bandara supaya tidak ketinggalan pesawat.
Perasaan saya campur aduk. Antara senang dan sedih. Senang karena bisa bertemu Ibu di Hari Kemenangan setelah memendam rindu selama tiga tahun terakhir. Sedih karena pertemuan dengan Ibu tidak berlangsung terlalu lama.
Biar bagaimanapun, saya tetap mendukung keputusan Ibu. Sebab jalan-jalan adalah salah satu hobi Ibu. Sebagai anaknya, saya menghormati keputusan Ibu. Karena yang terpenting, asalkan Ibu bahagia, saya juga bahagia.
Ibu berkata, ia akan berwisata ke Kazakhstan dan mengunjungi beberapa negara sekitar. Saya ikut bahagia. Sebab anjuran mengunjungi berbagai belahan bumi telah Allah firmankan dalam Surat Al-Mulk ayat 15.
Dengan berwisata, kita dapat mengagumi kebesaran dan keagungan-Nya. Itu pula yang saya akan lakukan untuk mengisi liburan Lebaran. Kendati destinasinya masih sebatas dalam negeri.
Tidak apa-apa. Toh, kita harus bangga berwisata di Indonesia saja. Karena Nusantara sejatinya punya banyak destinasi wisata yang tidak kalah mempesona. Alasan positif lainnya, tentu sektor ekonomi kreatif akan berputar semakin kencang.