Saya berpikir, buat apa pulang ke rumah jika sosok yang saya cintai sedang tidak ada di kampung halaman? Karena bagi saya, halalbihalal sejati adalah mencium tangan, meminta maaf, dan mengucapkan selamat Idulfitri kepada Ibu secara langsung.
Kedua, tanpa jaminan keselamatan dan keamanan Ibu, saya tidak akan pulang. Itu terjadi pada Lebaran 2020 dan 2021. Kala itu, larangan mudik Lebaran dicetuskan Pemerintah untuk memitigasi risiko penyebaran pandemi Covid-19.
Sebagai warga negara yang baik, saya pun menaati aturan itu. Saya tetap berada di Medan, tempat saya bertugas kala itu, dan ber-Lebaran dengan Ibu secara virtual. Tidak pulang ke rumah lantaran khawatir akan membawa virus kepada Ibu.
Semula Ibu ingin menjenguk saya ke Medan. Tapi saya larang. Karena khawatir dengan risiko tertular Covid-19 di tengah perjalanan ke Medan. Ibu pun setuju. Dan terpaksa memendam rindu.
Akhirnya Bertemu Melepas Rindu
Lebaran tahun ini terasa sangat spesial. Setelah tiga Lebaran terakhir tertahan di tanah rantau, akhirnya Lebaran ini saya bisa pulang ke kampung halaman dan bertemu Ibu. Menggunakan pesawat, kami (saya dan istri) bertolak dari Banjarmasin menuju Bekasi pada hari kedua cuti bersama.
Keesokan harinya, tepatnya pada hari terakhir Ramadan, kami berbuka puasa bersama. Aktivitas yang pasti saya agendakan ketika pertama kali bertemu Ibu di kampung halaman. Kami pun melepas rindu.
Sate maranggi menjadi hidangan berbuka puasa kami pada hari terakhir Ramadan. Menu itu adalah pilihan Ibu langsung. Selain tempatnya cukup luas, Ibu memang penggemar sate berbahan dasar daging sapi itu.
Selama berbuka, Ibu bercerita banyak hal. Mulai dari dinamika yang dialaminya selama setahun terakhir, hingga pengalamannya bermain dan berinteraksi bersama cucu-cucunya. Khusus ihwal yang terakhir, Ibu sangat bersemangat.
Maklum saja, sekarang Ibu sudah punya empat cucu. Satu dari kakak saya yang pertama, dan tiga lainnya dari kakak saya yang kedua. Saya meyakini, kehadiran cucu bagi seorang Ibu ibarat mendapat tambahan buah hati baru.