Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Mengenang Kembali Sang Raja Dangdut Lewat Nada dan Dakwah

5 April 2023   23:53 Diperbarui: 6 April 2023   00:04 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nada dan Dakwah (1991) [sumber: istimewa]

“Justru sangat realistis, Pak, apabila Bapak dalam berbisnis, tetap pada jalur agama.”

Rhoma tetap tenang menyampaikan masukannya kepada Bustomi. Kendati lawan bicaranya berusia hampir dua kali lipat dari dirinya, jagoan gitar itu tidak sudi mengibarkan bendera putih. Nada bicaranya tenang seperti air, tetapi pesannya begitu tajam bak mata pisau.

Keteguhan Rhoma bukan tanpa alasan. Pesan yang ia utarakan kepada Bustomi sejatinya ialah curahan hati para warga Desa Pandanwangi yang tengah dag-dig-dug menanti kepastian. Banyak warga khawatir tanahnya bakal dicaplok dan dipatok oleh Sang Taipan. Kabarnya ingin disulap menjadi pabrik tapioka.

Pro-kontra di antara warga kontan mencuat. Ada yang setuju, tetapi tidak sedikit pula yang meragu. Yang setuju tergiur akan janji surga Sang Taipan. Katanya, warga yang setuju tanahnya dibeli akan dipekerjakan di pabrik begitu pembangunan usai.

Yang tidak setuju merasa janji Sang Taipan hanyalah isapan jempol belaka. Manis di depan, pahitnya belakangan. Bagaimana mungkin warga bisa bekerja di pabrik jika sehari-harinya terbiasa bercocok tanam? Tidak masuk akal!

Rasa irasional itulah yang membuat Rhoma rela jauh-jauh datang ke kota menempuh jalur negosiasi. Kata Rhoma, tidak apa-apa dibuat pabrik, asalkan hak kepemilikan tanah tetap berada di tangan warga. Dicatat sebagai saham, sehingga warga berhak memetik deviden tatkala pabrik milik Bustomi menuai profit.

Rhoma berpendapat, solusinya itu sangat sejalan dengan syariat agama. Bagi hasil saat untung, bagi rugi tatkala buntung. Rhoma juga meyakini, satu-satunya jalan menyudahi polemik yang kian memanas adalah dengan kembali ke jalan agama. Kembali ke jalur yang benar.

“Anda ini bagaimana? Business is business. Agama, ya, agama. Jangan dicampuradukkan!” sahut Bustomi.

Dari balik jas hitam dan kacamata lebarnya, Sang Taipan tidak mau mengalah begitu saja.

Bukan apa-apa. Rencana bisnis yang ia susun sudah final. Tidak ada satu pun yang berhak menceramahinya. Tiada seorang pun yang bisa mengubah pendiriannya. Apalagi kalau cuma pemuda kampung seperti Rhoma. Apa kata dunia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun