Mohon tunggu...
Adhi Nugroho
Adhi Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Blogger | Author | Analyst

Kuli otak yang bertekad jadi penulis dan pengusaha | IG : @nodi_harahap | Twitter : @nodiharahap http://www.nodiharahap.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlunya Pendidikan Karakter untuk Selamatkan Masa Depan Bangsa

17 April 2017   23:19 Diperbarui: 17 April 2017   23:30 2372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semboyan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara | Sumber Ilustrasi : www.pantun123.com

Karakter kedua adalah nasionalis. Cerminan seorang nasionalis tentu bisa kita temukan dari kisah para pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Namun demikian, dengan berbagai keterbukaan di era globalisasi teknologi, tantangan menanamkan karakter nasionalis pada generasi muda semakin berat. Proklamator dan Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, pernah berkata, “Tugasku lebih ringan karena melawan penjajah. Tugas kalian lebih berat karena menghadapi bangsa sendiri.” Pendidikan karakter nasionalis pada generasi muda sangat diperlukan demi menciptakan masa depan yang senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Karakter selanjutnya adalah mandiri. Sejak dahulu, bangsa ini telah dianugerahi kekayaan alam dan sumber daya yang berlimpah. Namun ada satu kekurangan mendasar pada bangsa ini yang menyebabkan kekayaan alam tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, yaitu kurangnya jiwa kemandirian. 

Karakter mandiri dapat diartikan percaya kepada kemampuan diri sendiri dalam menggapai prestasi dan cita-cita. Karakter ini sangat diperlukan guna menghindari beberapa sifat negatif yang menjadi stigma generasi milenial saat ini, antara lain berpangku tangan, pamrih, dan ingin mendapatkan prestasi yang serba instan tanpa berusaha. Dalam tatanan yang lebih luas, penanaman karakter mandiri akan mewujudkan kemandirian bangsa baik secara ekonomi, teknologi, kreativitas, maupun prestasi.

Karakter keempat adalah gotong royong, sebuah karakter yang secara perlahan mulai terkikis karena euforia demokrasi. Nilai positif demokrasi yang mengedepankan perbedaan pendapat dalam mencari solusi terbaik, seringkali disalahartikan. Perbedaan pendapat terkadang menjadi konten utama dari pemberitaan, dibandingkan dengan solusi yang dimunculkan atas perbedaan pendapat itu sendiri. Hal ini akan menggiring masyarakat menjadi terkotak-kotak, dan berkebalikan dengan nilai karakter gotong royong. Oleh karena itu, pendidikan karakter gotong royong menjadi sebuah keharusan dalam mendidik masa depan bangsa ini.

Karakter terakhir adalah integritas. Karakter ini sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada generasi muda. Karakter integritas akan menyembuhkan salah satu penyakit bawaan kolonial Belanda yang tumbuh subur hingga sekarang, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Peran Pendidikan dalam Merevolusi Karakter Bangsa

Mencermati berbagai kondisi tersebut, peran pendidikan dalam merevolusi karakter bangsa harus menjadi prioritas utama negeri ini. Seperti yang pernah diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, mengembalikan peran guru sebagai contoh teladan bagi muridnya menjadi sebuah tantangan yang sangat berat, khususnya dewasa ini. Menanamkan kembali lima nilai dan karakter utama bangsa pada generasi milenial bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan upaya terus menerus untuk mengubah suatu kebiasaan hingga akhirnya terbentuk menjadi sebuah karakter dalam diri seorang murid.

Ada beberapa langkah dalam menerapkan pendidikan karakter di Indonesia. Pertama, sebagai pendidik, kualitas dan kapabilitas seorang guru harus ditingkatkan. Kesenjangan kualitas pendidikan antara Indonesia bagian barat dan timur harus dipersempit. Sebagai pendidik, seorang guru harus mencerminkan nilai dan karakter utama bangsa dalam setiap tindakannya, agar dapat ditularkan kepada muridnya dengan sempurna. 

Kedua, pendidikan karakter harus menjadi sebuah kurikulum dalam setiap tingkatan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan usia dini. Ketiga, pendidikan karakter harus melibatkan setiap unsur pendidikan, tidak hanya guru, namun juga kepala sekolah, lingkungan sekolah, hingga orang tua. Dan yang terakhir adalah upaya pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan guna penyempurnaan di masa yang akan datang.

Tidak hanya mengajar, seorang guru juga harus memberikan contoh positif bagi muridnya | Sumber Ilustrasi : www.astrowani.com
Tidak hanya mengajar, seorang guru juga harus memberikan contoh positif bagi muridnya | Sumber Ilustrasi : www.astrowani.com
Pencanangan pendidikan karakter telah menjadi program prioritas pemerintah, yang dalam hal ini menjadi ranah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Program merevolusi karakter bangsa dilakukan dengan menghadirkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di setiap sekolah, baik negeri maupun swasta. Sampai dengan akhir tahun 2016 PPK telah diimplementasikan di 542 sekolah di seluruh Indonesia. Seluruh sekolah di Indonesia ditargetkan untuk menerapkan PPK pada akhir tahun 2020.

Dalam konsep PPK, peran pendidikan vokasi diutamakan sebagai langkah strategis peningkatan produktivitas dan daya saing bangsa. PPK akan menggeser peran dari masing-masing elemen pendidikan. Kepala sekolah akan berperan sebagai teladan dan kepemimpinan di dalam sekolah, sedangkan guru akan berperan sebagai inspirator bagi murid. Selain itu, program PPK mendorong partisipasi orang tua dan masyarakat untuk terlibat aktif dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun