Mohon tunggu...
Noca Noca
Noca Noca Mohon Tunggu... -

Tutup telingamu, ketika kami berteriak. Tapi jangan tutup matamu ketika kami menulis. Suara-suara yang kecil akan selalu menggigit yang besar.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jakarta Melulu, Kenapa?

17 November 2015   20:09 Diperbarui: 17 November 2015   20:17 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah apa yang akan kita ceritakan saat kita tua nanti kepada generasi-generasi kedepan kelak. Cerita-cerita masa lalu? Cerita-cerita kesuksesan atau cerita-cerita kebobrokkan sang pemimpin negara yang duduk nyaman di jakarta. Saya memang masih muda, tapi sedari sekarang kita harus berpikir gimana nasib Jakarta kedepannya beserta yang miskin didalamnya. 

Kita yang kecil selalu tak pernah diperhatikan, menjadi tumbal untuk yang besar. Yang besar selalu meraup demi kepentingan-kepentingan pribadi beralasan kepentingan publik. Teringat kata ibuku yang selalu mengatakan, "Si Miskin selalu bersalah". Bila melihat orang-orang miskin yang berteriak-teriak dan meraung-raung karna tempat huni yang digusur, ataupun lapak-lapak jualan kecil yang dipijak-pijak petugas setempat, rasanya tak adil negara ini dibilang negara berkembang. Mereka yang sudah miskin, jorok, kurus, tak punya tempat tinggal, lapak jualan pun digusur. Entah apa perasaan petugas pamong praja saat menggusur si miskin. Merasa kaya kah sang petugas pamong praja? Merasa jago karna pake seragam? Bila udah digusur begini, yang miskin pun mencuri. Kriminalitas semakin tinggi. Mengganggu yang kecil akan membuat dampak yang lain. Ibarat mengganggu ular, ular akan melawan jua. 

Kadang pemerintah negara ini lucu juga.

Oh iya, pemerintah itu siapa? Selalu yang berseragamkah? Yang bercepak rambutnya? Tegap? Yang tinggal di jakarta? Atau si bermata cipit? Negara yang katanya kepulauan dan kaya sumber daya kok impor? Apa-apa impor, beras, daging, bahkan garam yang dapat kita kelola dari pinggir pantai eh malah impor. Lucu memang. Jika sudah impor hasil tangkapan dan hasil kelola yang kecil selalu dipermainkan.

Generalisasi wilayah selalu berpusat ke jakarta, semua berputar di jakarta. Kemiskinan pun menumpuk dan yang lain pingin beradu di Jakarta. Percayalah, selama tak ada ketegasan dan tak ada pemerataan pembangunan di daerah-daerah, negara kita ini terus begini. Terus dirundung masalah yang berputar disitu-situ saja. Jakarta sudah sumpek, pembangunan terus sedangkan pengembangan di pinggir Jakarta tak ada. Bila negara kita ini tak ingin miskin, kita harus meniru negara besar. Buat pusat-pusat kepentingan di berbagai daerah, jangan melulu di Jakarta. Bagi sedikit pemutaran uang itu kepada yang miskin di pinggiran Jakarta.

 

*Salam Kompasiana dari pinggiran kota Jakarta!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun