Sekitar 200.000 tahun yang lalu, ketika Homo sapiens (manusia) hanya berjumlah ribuan, kita bukanlah spesies yang dominan di muka bumi ini. Namun, karena adanya mutasi genetik, kemampuan kognitif Homo sapiens pun meningkat. Peningkatan kecerdasan kognitif  ini berujung pada kenaikan status Homo Sapiens sebagai spesies dominan di muka bumi.
Terjadinya Mutasi
Mutasi yang menyebabkan peningkatan kemampuan kognitif ini terjadi pada gen Transketolase-like 1Â (TKTL1). Gen ini mensintesis protein yang diekspresikan ketika otak janin masih berkembang. Mutasi tersebut menyebabkan substitusi pada satu asam amino pada gen TKTL1 sehingga struktur neokorteks otak berubah secara signifikan. Selain itu, mutasi ini meningkatkan jumlah sel progenitor saraf yang berubah menjadi sel saraf.
Lalu, apa signifikasi dari perubahan struktur neokorteks otak dan meningkatnya jumlah sel progenitor saraf? Dua perubahan utama ini telah meningkatkan kemampuan kognitif dari Homo sapiens.Â
Dengan adanya peningkatan kemampuan kognitif Homo sapiens, nenek moyang kita berhasil menjadi lebih pintar dari spesies manusia lain, misalnya Homo neanderthalensis. Kini, Homo sapiens menjadi satu-satunya spesies yang memiliki mutasi pada gen TKTL1. Mutasi gen ini sungguh-sungguh membedakan Homo sapiens dengan makhluk hidup yang lain.
Tidak Semuanya Baik
Meningkatnya kemampuan kognitif Homo sapiens memiliki implikasi yang besar terhadap kehidupan Homo sapiens. Meningkatnya kemampuan kognitif Homo sapiens mendorong nenek moyang kita untuk membangun struktur sosial yang lebih kompleks.Â
Hal sebaliknya juga terjadi: struktur sosial yang lebih kompleks juga meningkatkan kemampuan kognitif Homo sapiens. Oleh karena itu, terjadi umpan balik positif antara meningkatnya kemampuan kognitif dan struktur sosial dari Homo sapiens.Â
Konsep di atas disebut sebagai Cultural Brain Hypothesis. Meskipun umpan balik positif ini tampak sebagai hal yang menguntungkan Homo sapiens, ada satu implikasi besar yang merugikan umat manusia: penyakit mental.Â
Meningkatkan kemampuan kognitif tentu memiliki awal berakibat pada meningkatkan jaringan otak dengan hubungan yang lemah. Hal ini menjelaskan mengapa otak yang lebih besar cenderung lebih rentan terhadap penyakit mental.