Mohon tunggu...
Nathalia Savitri
Nathalia Savitri Mohon Tunggu... Guru - 老师, 学生

Mahasiswa Komunikasi PJJ - Universitas Siber Asia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membiasakan Anak Berpikir Kritis Sejak Usia Dini

25 Juli 2021   03:20 Diperbarui: 25 Juli 2021   15:14 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Jaman yang semakin Modern membuat kualitas belajar anak menurun. Dari anak usia dini hingga dewasa pembelajaran yang dilakukan di sekolah maupun di rumah lebih banyak menggunakan gadget, sehingga anak-anak memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS: Low Order Thinking Skills) sehingga anak sekarang pun cepat bosan dalam melakukan sesuatu.

Peran guru yang sangat penting diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang berbunyi: "Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya  potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Mengamanatkan adanya pembinaan dan pengembangan potensi Guru sebagai aktualisasi dari profesi pendidik.

Fungsi guru dalam mengembangkan kemampuan peserta didik dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sudah sangat jelas, hingga membuat anak memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS: High Order Thinking Skills). Pembelajaran yang dilakukan haruslah menarik anak untuk berpikir kritis dengan cara bermain melalui belajar. Guru dapat mengurangi  buku untuk dijadikan media belajar dan digantikan dengan media loose parts menggunakan metode STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts dan Mathematics). 

Metode ini dapat membantu anak untuk mengajukan pertanyaan, meningkatkan kreativitas dan imajinasi anak, anak juga menjadi lebih aktif secara fisik , lebih hemat dalam bahan pembelajaran, dapat mendorong anak menyelesaikan masalah dan menemukan cara baru dalam melakukan sesuatu. Karena media loose parts adalah bahan ajar yang berasal dari barang bekas yang mudah dipindahkan, dimanipulasi, dirancang ulang, dipisahkan atau disatukan kembali dengan berbagai cara dan cara penggunaannya ditentukan oleh anak itu sendiri. Bahan- bahan yang mudah dicari dan berada di lingkungan sekitar kita seperti batu, daun, kerang, koran bekas, kardus berkas, dan lain sebagainya. 

Metode pembelajaran ini dapat dilakukan juga oleh orangtua dirumah agar menunjang anak lebih kreatif, mandiri, inovatif, dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik serta memiliki sikap kepercayaan diri. Anak dapat berpikir kritis dalam menghadapi dan memecahkan masalah di lingkungan sekitar, anakpun memiliki pengalaman bermain yang penuh dengan cara berpikir HOTS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun