Dasar Pemikiran Agama
Jika ditelusuri berdasarkan judul artikel hukum ini, maka dasar yang menjadi pemikiran penulis adalah Hadits Rasullullah SAW riwayat Imam Bukhori yang menjadi Bayan Taqrir tentang kemunafikan yang disebut dalam Al Qur'an
آيَة الْمُنَافِق ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ
Artinya:
"Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu (1) ketika berbicara ia dusta, (2) ketika berjanji ia mengingkari, dan (3) ketika ia diberi amanat ia berkhianat."[1]
Jika saja banyak manusia yang memilih dusta, ingkar, dan pengkhianatan terhadap Kuasa Nya meskipun tau rahmat dari Tuhan selalui mengiringinya dalam alunan kehidupan akan sangat terlihat betapa tidak malunya pelaku tersebut.
Dalam perspektif fiqih, keharaman mengenai kemunafikan juga termaktub dalam Kitab Al-Jami'ul Ahkamil Qur'an karya Imam Qurthubi
:رَوَى ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ: نَزَلَتْ أَرْبَعُ آيَاتٍ مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي الْمُؤْمِنِينَ، وَاثْنَتَانِ فِي نَعْتِ الْكَافِرِينَ، وَثَلَاثَ عَشْرَةَ فِي الْمُنَافِقِينَ
"Ibn Juraij telah meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata, 'Empat ayat Surat Al-Baqarah ini diturunkan dalam menjelaskan kalangan mukminin. Dua di antaranya menjelaskan karakteristik orang kafir. Sedangkan 13 ayat lainnya menjelaskan karakteristik orang Munafik"[2][3]
Jadi sangatlah tidak wajar apabila kemunafikan dianggap sebagai hal lumrah di kalangan umat yang maslahat dan wajib tertata secara sosial tanpa terlalu mementingkan diri sendiri.