Mohon tunggu...
Wiwit Nur Lestari
Wiwit Nur Lestari Mohon Tunggu... -

Hujan Bulan Juni\r\n\r\n\r\ntak ada yang lebih tabah\r\ndari hujan bulan Juni\r\nDirahasiakannya rintik rindunya\r\nkepada pohon berbunga itu\r\n\r\nTak ada yang lebih bijak\r\ndari hujan bulan Juni\r\nDihapusnya jejak-jejak kakinya\r\nyang ragu-ragu di jalan itu\r\n\r\nTak ada yang lebih arif\r\ndari hujan bulan Juni,\r\ndibiarkannya yang tak terucapkan\r\ndiserap akar pohon bunga itu\r\n\r\n-Sapardi Djoko Damono-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

-Pelangi-

4 April 2012   07:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:03 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dear tentakel

Di tempat bahagiamu

Masihkah kau simpan rintik diantara lengkung senyum pelangi yang kau perlihatkan padaku. Sesungguhnya aku bukan tempat mu yang terbaik tuk mengadu, pun keberadaanmu bagiku. Tetapi telah bertahun lamanya kita sama pahami, bahwa genggaman yang saling kita eratkan, pelukan yang kita sama rengkuh tak tergantikan. Hingga dalam leliku sunyi paling sepi aku tertegun, sudahkah setiap keberadaan menjelma kenang? Di cerebrummu itu adakah waktu akan bijak menyublimkan kisah kita atau kesahajaannya membuat potongan ingat akan keberadaan memburam seiring keriput yang bertahta. Kita, anak-anak waktu, berkejaran dengan waktu itu sendiri, menapaki deru dentum pertemuan yang tak kunjung usai untuk disetubuhi, sebab pada setiap temu berujung pada kehilangan yang bahkan menjadikan kita semakin utuh. “Lalu untuk apa kita menjelajah rimba liar vivid?” ujarmu suatu kali. Sejujurnya aku masih mencari jawab dari tanya yang kau utarakan, jawaban yang mampu kau nalarkan dengan pertumbuhanmu, sebab pertumbuhan kita adalah beda, ruang yang kau tempati dan tidak aku. Tapi aku juga sedang menyesatkan diri dalam pilihan yang sedianya ku ambil penuh pertimbangan, hanya untuk menguatkan pikirku dan menyenangkan satu titik nadir anyir yang ku miliki, setelah itu aku akan pulang, ketempat dimana jiwaku menemu tentram dan semoga aku tak terlambat. Mungkin, ya, hanya mungkin, saat itu aku dapat menjabarkan padamu ihwal yang kau tanyakan dan jawaban yang ku temui dengan cara yang tak melesatkanmu pada titik terjauh dari perjalananku, sebab ku lihat engkau seperti melihat diriku, aku yang tertampar oleh kediaman dalam berbagai ketuk yang tak memberi jawab dan memilih mencukupkan nyala api. Aku yang tak mau itu terjadi padamu, aku yang bersedia kau sandari agar mampu ku pahami ruangmu, aku yang bersisian denganmu. Aku mengharap setapakmu nan berbatu itu miliki lebih banyak pelita dari yang ku ketahui. Hingga bila semacam kenang itu tak terlihat benar di ingatanmu, sekilas kenang tetap hidup di lubukmu, menghangatkanmu di setapak kabut vivid dan lengkung senyum pelangimu, adalah kesejatian pelangi.

Btv, 040412

Salam hangat,

Serenity

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun