Mohon tunggu...
Noval Kurniadi
Noval Kurniadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Speaking makes words, writing makes wor(l)ds

Passion is the fashion for ur ACTION. Passion without action is NO MENTION! | Kontributor wikipedia | www.valandstories.com | Novalku@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Terima Kasih Kenaikan Elpiji!

21 September 2014   06:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:04 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ada satu hal yang perlu kita ucapkan terima kasih di tahu ini, saya rasa kenaikan elpiji nonsubsidi 12 kg adalah jawabannya. Seperti kita ketahui, pada 10 September 2014 lalu PT Pertamina (persero) kembali harus menaikkan harga elpiji 12 kg nonsubsidi dari yang sebelumnya seharga Rp 6.069 per kilogram menjadi Rp 7.569 per kilogram atau naik lebih mahal Rp 1.500 per kilogram. Untuk harga konsumen, ditambah dengan biaya-biaya lainnya semisal transportasi, elpiji 12 kg akan dijual seharga Rp 120.000. Itu artinya, masyarakat pemakai gas 12 kg harus menyisihkan uang lebih lagi untuk memakainya.

Saya mengerti bahwa keputusan ini pasti menimbulkan polemik. Ada yang pro namun ada pula yang kontra. Saya rasa itu disebabkan karena mereka berpikir bahwa kenaikan gas elpiji nonsubsidi 12 kg pasti turut mempengaruhi pengeluaran mereka dan itu bisa berpengaruh pada naiknya harga sejumlah kebutuhan lain.

Saya memakluminya. Namun usahakan jangan khawatir atau tidak ikhlas dengan keputusan itu tanpa adanya informasi atau ilmu yang benar mengenai kenaikan elpiji nonsubsidi. Jangan pula merasa menjadi rakyat yang paling terbebani ketimbang rakyat di negeri lain. Bagaimana pun, kita harus mencari tahu apa penyebab PT Pertamina menaikkan harga elpiji nonsubsdi. Kita harus percaya bahwa tidak mungkin PT Pertamina membuat keputusan demikian jika tidak ada sebabnya. Seperti kata pepatah, ada asap pasti ada api. Saya yakin bahwa PT Pertamina tidak akan gegabah dalam membuat keputusan sehingga sebelum ‘ketuk palu’, PT Pertamina pasti sudah ‘berkonsultasi’ dan ‘meminta solusi’ terlebih dahulu berkali-kali kepada pemerintah dan pihak-pihak dan orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Kementerian ESDM misalnya. Meski mungkin masih terasa pahit bagi sebagian orang, bagaimana pun rasanya obat akan menjadi penyembuh di kemudian hari.

Untuk saat ini mungkin dampak positif dari kenaikan elpiji 12 kg nonsubsidi belum begitu terasa dalam kehidupan kita. Namun percayalah bahwa PT Pertamina ingin yang terbaik untuk bangsa ini. Dan kita mesti tahu bahwa hal yang terbaik, tidak berarti selalu enak atau terbaik. Hal terbaik adalah hal paling bijak di antara kemungkinan-kemungkinan yang tidak baik.

Oleh karena itu, ketimbang merasa jadi orang yang paling susah padahal di luar sana ada orang yang lebih susah ketimbang kita atau ketimbang merasa tersakiti tanpa alasan yang logis dengan kenaikan elpiji nonsubsidi 12 kg, lebih baik kita turut mendukung kebijakan PT Pertamina dan berterima kasih kepadanya. Setidaknya ada 3 poin kenapa kita seharusnya berterima kasih kepada Pertamina, khususnya pada kenaikan elpiji.

1. Melatih mentalitas

PT Pertamina membagi elpiji menjadi 2 jenis, yakni jenis elpiji yang disubsidi dan elpiji yang tidak disubsidi. Elpiji subsidi hanya terdapat pada elpiji 3 kg yang berwarna hijau sedangkan elpiji nonsubsidi terdapat pada beberapa jenis mulai dari elpiji 12 kg, 50 kg hingga elpiji rumah tangga lain (Bright gas, ease, dll). Nah, dari beberapa jenis elpiji tersebut, hanya elpiji nonsubsidi yang berukuran 12 kg saja yang harganya dinaikkan. Selain daripada itu tidak.

Sesuai jenisnya, kita pasti sudah tahu diperuntukkan kepada siapa elpiji subsidi dan elpiji nonsubsidi. Elpiji nonsubsidi 12 kg jelas tidak mungkin digunakan oleh kalangan ke bawah sebab harganya kurang menjangkau dan memberatkan mereka.Terlebih bagi pedagang kecil keliling seperti tukang bakso, tukang nasi goreng dan sebagainya, elpiji subsidi 3 kg jelas lebih praktis. Itulah kenapa elpiji 3 kg disubsidi sedangkan untuk menghindari kerugian yang lebih besar, elpiji jenis lain seperti elpiji 12 kg tidak disubsidi. Hal itu dikarenakan elpiji 12 kg memang diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas.

Sayangnya, sebagian kalangan menengah ke atas malah mengambil hak kalangan ke bawah. Alih-alih memakai elpiji nonsubsidi, yang terjadi malah sebaliknya, elpiji 3 kg juga turut ‘diembat’. Jika hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan bahwa elpiji 3 kg adalah elpiji yang disubsidi mungkin dapat dimaklumi. Sebaliknya, jika sudah tahu namun tetap dilakukan adalah hal yang patut disayangkan. Padahal sudah ada bagian masing-masing kepada siapa barang bersubsidi digunakan dan juga sebaliknya.

Nah, tidak sedikitnya kalangan menengah ke atas yang juga turut memakai barang bersubsidi membuat PT Pertamina mau tidak mau harus menaikkan Elpiji 12 kg. Sebab berdasarkan data PT Pertamina, dari konsumsi elpiji secara keseluruhan, konsumsi elpiji 12 Kg hanya sekitar 17% dan elpiji 50 Kg/Bulk hanya 3,5%. Itu artinya, mayoritas konsumen menggunakan elpiji 3 kg yang disubsidi. Keputusan untuk menaikan elpiji nonsubsidi 12 kg adalah hal terbaik setelah Pertamina menerima kerugian sebesar Rp 17 triliun sejak 2009-2013. Jika tidak dilakukan, bukan tidak mungkin dampak negatif yang lebih besar bisa kita rasakan di kemudian hari.

Oleh karena itu, tidak berlebihan rasanya jika kalangan menengah ke atas patut berterima kasih kepada PT Pertamina atas kenaikan elpiji 12kg. Sebab kenaikan ini mengingatkan kita seperti apa seharusnya mental yang dimiliki sebagai ‘orang menengah ke atas’. Apakah kaum menengah ke atas memang mempunyai mental orang menengah ke atas atau apa justru kaum menengah ke atas ‘mental’nya lebih rendah dari kaum ke bawah? Bukankah menggunakan barang yang memang diperuntukkan bagi orang ke bawah sama saja dengan menyatakan secara tak langsung bahwa mental kita kurang mampu sehingga harus menggunakan elpiji 3 kg?

Lagipula jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, sebenarnya PT Pertamina masih terlalu baik untuk kita. Untuk elpiji nonsubsidi saja, dalam kisaran rupiah, harga di Indonesia masih terjangkau dengan harga kisaran Rp 7700-14.200. Bandingkan dengan Jepang India (Rp 12.600), Korea (Rp 17.000), Jepang (Rp 20.000), Tiongkok (Rp 17.000-21.0000) dan Filipina (Rp 24.000). Itu berarti teman-teman kita di negara lain mentalnya siap!

Berdasarkan apa yang saya bahas, c’mon, kita seperti apa yang kita pikirkan! Jika kita kalangan menengah ke atas dan berpikir mampu untuk menggunakan elpiji 12 kg, kita pasti akan mampu. Tuhan akan mewujudkannya. Begitu pula sebaliknya. Lagipula yang dinaikkan hanya elpiji 12 kg. Jadi tidak terlalu berpengaruh apalagi secara signifikan terhadap kenaikan harga barang atau makanan.

Jika gadget mahal, nonton bioskop, ‘nongkrong’ di restoran mahal, belanja di mall bahkan hingga membeli barang-barang bermerk mahal saja bisa, mengapa kenaikan elpiji tidak kita dukung saja? Buktikan bahwa kalangan menengah ke atas memang bermental kaya!

2.Mengingatkan bahwa Roda selalu Berputar

10 tahun yang lalu kita boleh berbangga atas prestasi Indonesia karena berhasil memproduksi elpiji dalam jumlah yang banyak, bahkan melebihi jumlah pemakaian atau konsumsi dalam negeri. Jumlah yang banyak itu membuat Indonesia memiliki ‘cadangan’ yang banyak sehingga kita menjadi pengekspor elpiji hingga 2009. Sungguh suatu hal yang perlu kita apresiasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun