Sorak sorai plennary hall JCC pecah. Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir atau biasa akrab disapa Owi/Butet sukses menjadi juara ganda campuran di ajang BCA Indonesia Open Super Series Premier 2017 setelah mencukur ganda Tiongkok, Zheng Siwei/Chen Qingchen, unggulan pertama dalam dua set langsung, 22-20 21-15 pada final yang dilangsungkan pada Minggu, 18 Juni 2017.
Para penonton bersukacita. Sebagian besar terharu. Saya salah satunya. Akhirnya setelah tak pernah meraih titel sejak 2014, ada lagi putra-putri bangsa yang menjadi juara di Indonesia Open.Walau tak sempat menonton secara live ataupun menonton di TV karena saat pertandingan saya baru pulang dari acara kompasiana nangkring bersama OJK, saya tetap berusaha update lewat media sosial. Dari grup WA yang berisikan para penyuka bulu tangkis saya diberi kabar bahwa Tontowi/Liliyana sukses meraih titel juara. Seorang teman juga memberitakan hal yang sama. Mengetahui hal itu sontak saya kegirangan bak anak kecil yang dikasih permen.
Kemenangan Owi/Butet menjadi juara di rumah sendiri menyisakan haru. Bagaimana tidak, Owi/Butet sudah wara-wiri di berbagai turnamen di luar negeri dalam meraih titel, mulai dari China Open, Malaysia Open, All England hingga menjadi peraih medali emas saat olimpiade dilangsungkan di Brazil pada 2016 lalu namun belum pernah menang di rumah sendiri.
Inilah yang menarik. Biasanya pemain lebih mudah menang di rumah sendiri ketimbang di rumah lawan, namun Owi/Butet justru sebaliknya. Ganda terbaik nomor 1 Indonesia ini bukan jago kandang, melainkan jago tandang. Di luar mereka garang, di dalam rumah justru mereka malah tumbang. Terlalu terbebani? Entahlah. Intinya, mereka selalu gagal dalam meraih titel di turnamen Indonesia Open Super Series Premier sehingga membuat mereka berambisi untuk meraih titel juara di rumah sendiri. Mereka sering mengutarakannya setiap kali konferensi pers diadakan.
Sekilas keberhasilan Owi/Butet semudah membalikkan bakwan udang. Namun sebenarnya tak semudah itu. Mereka butuh penantian panjang sebelum akhirnya mereka mencapai apa yang mereka impikan.
Ini bukan kali pertama Owi/Butet unjuk gigi di Indonesia Open. Owi/Butet telah tampil sejak Indonesia Open 2011 namun apa mau dikata, mereka selalu berhasil dihempaskan oleh lawan-lawannya.
Pada Indonesia Open Super Series 2011 misalnya. Berstatus sebagai unggulan keempat, Â Owi/Butet ternyata mampu untuk mencapai babak final. Impian pun tinggal sejarak 5 cm saja. Namun di final ganda Tiongkok, Zhang Nan/Zhao Yunlei membuyarkan ambisi mereka. Ganda asal negeri tirai bambu tersebut mampu menyingkirkan Owi/Butet di hadapan para penontonnya sendiri dengan rubber set, 20-22 21-14 21-9.
Setahun berikutnya atau pada Indonesia Open 2012, Owi/Butet pun mencoba peruntungannya lagi. Tahun lalu (2011) jadi runner-up, tahun berikutnya siapa tahu jadi juara?Â
Begitu Indonesia Open 2012 tiba Owi/Butet melakukan yang terbaik. Tak sia-sia, lewat perjuangannya, status unggulan ketiga ini sukses meraih babak final, menyamai pencapaian tahun sebelumnya. Mendapatkan lawan Thailand yang bukan unggulan, yakni Sudket Prapakamol/Saralee Thoungthongkam seharusnya mudah saja bagi Owi/Butet dalam meraih titel juara. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Owi/Butet kandas di tangan ganda campuran asal negeri gajah putih itu dengan rubber set, 21-17 17-21 21-13. Sungguh disayangkan!
Pada Indonesia Open SSP 2013 pencapaian Owi/Butet bukannya membaik namun malah menurun. Langkahnya justru terhenti di tangan Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen asal negeri lego, Denmark dengan dua set langsung, 21-14 21-15 pada semi final. Final pun berakhir dengan kemenangan Zhang Nan/Zhao Yunlei asal tiongkok dengan skor rubber set. Inilah kali kedua duo Z meraih titel dalam ajang ini namun kali ketiga bagi Owi/Butet harus menelan pil kekalahan.
Bagaimana dengan Indonesia Open SSP 2014? Ternyata sama saja. Owi/Butet hanya mentok pada babak semi final setelah digilas oleh ganda Tiongkok, Â Xu Chen/Ma Jin dalam rubber set. Adapun titel juara ganda campuran direngkuh oleh ganda Denmark, Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen yang menjadi juara usai mendapatkan dukungan penuh dari publik Istora saat itu.Â