Setahu saya Aceh terkenal dengan mie Acehnya dan juga nasi goreng  Acehnya. Ternyata Aceh memiliki wisata kuliner lain. Uniknya, nama  wisata kuliner ini tak biasa: Ayam pramugari.
Ayam pramugari? Ayam macam apa tuh? Jadi pramugari buka bisnis ayam?  Atau ayamnya punya mbak-mbak pramugari? Pertama kali mendengarnya saya  yakin pasti akan ada banyak pertanyaan di otak.
Beberapa jam setelah tiba di bandara internasional Aceh dalam rangka Kurbanesia Social TripDompet Dhuafa pada Kamis, 30 Agustus 2017, salah satu rangkaian kegiatan dari  Kurbanesia Tebar Hewan Kurban Tentukan Lokasi Berkahmu, kami dijemput  oleh dua orang dari Dompet Dhuafa dengan menggunakan mobil berwarna  hitam. Yang satu adalah dokter Ilham. Ia berperawakan lebih gemuk.  Adapun satunya lagi adalah Pak Andi. Ia berkacamata. Dokter Ilham adalah  salah satu dokter yang berkarya di LKC (Layanan Kesehatan Cuma-cuma),  salah satu bentuk program kesehatan Dompet Dhuafa di Aceh sedangkan Pak  Andi merupakan manager di LKC. Mereka baik sekali, menyambut kami dengan  ramah.
Setelah kami bertiga yakni saya, Mas Salman dan Mas Fuji masuk ke dalam  mobil, kami diantar ke salah satu rumah makan terkenal di Banda Aceh.  Kata Dokter Ilham kami akan diantarkan menuju "Ayam Pramugari". Letaknya  tak begitu jauh dari bandara, mungkin sekitar 15 menit. Semula saya  kira Dokter Ilham bercanda saja. Ayam macam apa tu ayam pramugari? Eh,  ternyata beneran. Di Aceh ada wisata kuliner bernama "Ayam Pramugari".
Ayam pramugari seperti rumah makan pada umumnya. Kita memesan makanan,  bayar dan kemudian makan. Kata Dokter Ilham dinamakan ayam pramugari  karena ukuran ayamnya besar-besar.Â
Awalnya saya sulit menerka emang benar ayam pramugari itu besar? Lalu  kalau besar, sebesar apa sih ayamnya? Ternyata begitu hidangan ayam pramugari tersaji di depan meja barulah rasa penasaran saya terjawab.  Selain hidangan berupa ayam, pelayan rumah makan juga menyajikan nasi dan kari kambing. Inilah menu khas dari Ayam Pramugari.
Ayam pramugari sebenarnya sama dengan ayam goreng biasa. Yang membedakan  adalah ukurannya. Ayam pramugari benar-benar lebih besar. Beda deh  pokoknya! Yang membedakan lagi adalah pada permukaan ayam ditaburi daun  kari. Daun kari ini tak hanya sebagai hiasan tetapi juga dapat dimakan.  Saya bahkan sempat mencicipinya.
Selain ayam pramugari, saya juga mencicipi kari kambing. Sebenarnya saya  tidak terlalu suka daging kambing karena teksturnya yang agak keras dan  terkadang berbau kurang enak. Namun karena penasaran maka saya  mencobanya. Saya mulai dengan menikmati kuah karinya terlebih dahulu  dengan sesekali menuangkannya ke sepiring nasi. Rasanya sedap. Tidak  terlalu mencolok ketika masuk ke kerongkongan. Untuk dagingnya terasa  enak meski ada beberapa yang agak susah dikunyah.
Mengunjungi Banda Aceh tak lengkap jika tidak menikmati minuman khasnya.  Selagi di Ayam Pramugari, Dokter Ilham menyarankan untuk minum minuman  khas Banda Aceh, yakni pepaya kerok dan mentimun kerok. Berhubung kami  bingung mau minum pepaya kerok atau mentimon kerok, Dokter Ilham  akhirnya memesankan minuman secara seragam, yakni pepaya kerok kepada  kami bertiga.Â
Ingin mengenal lebih lanjut tentang Ayam Pramugari, saya dan Mas Fuji  pun mewawancarai Pak Rahmat, anak dari pemilik rumah makan ini.  Beruntung ia sangat terbuka dan mau diwawancarai. Kami pun mengajukan  sejumlah pertanyaan.
Anak pemilik rumah makan ini menjelaskan bahwa yang membedakan ayam  pramugari berbeda dari pada umumnya adalah karena kaki pada ayam yang  disajikan panjang-panjang. Ayam ini adalah jenis ayam kampung dan  merupakan ayam asli Aceh. Meski tersebar banyak di Aceh, rasa ayam di  ayam pramugari dengan ayam di rumah makan lain berbeda.
Ide penamaan "pramugari" muncul dari pelanggan karena biasanya konsumen  yang datang adalah para pramugari. Maka dari itulah dinamakan "Ayam  Pramugari". Selain ayam pramugari, menu lain yang ditawarkan  adalah  kari kambing, gulai kambing dan ayam goreng. Ada-ada saja ya! Hoho.
Telah berdiri sejak 2001, ayam pramugari ini dipenuhi para pengunjung  hingga menghabiskan ayam sebanyak 300 ekor ayam per hari. Jangan harap  dapat makan di tempat ini pada malam hari. Sebab setiap harinya, rumah  makan ini hanya buka dari pukul 10.00 hingga 16.00 WIB.Â
Setelah bertanya-tanya lebih dekat kepada Pak Rahmat, kami pun meninggalkan  rumah makan Ayam Pramugari dan kembali melanjutkan perjalanan. Saya harap saya dapat makan ayam pramugari lagi nanti! (tulisan dipublikasikan juga di blog pribadi: valandstories.blogspot.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H