Ada yang berbeda di JK7 Café, Arion Swiss Belhotel, Kemang, Jakarta Selatan pada 9 September 2016. Tempat yang biasanya digunakan kaum urban untuk melepas penat dengan makan atau hang outseketika berubah menjadi tempat “nangkringnya” para blogger. Kompasiana dan Kemenko Maritim menjadi dalang di balik semua ini, menjadikan akhir pekan yang berbeda bagi para kompasianer.
Suatu kebahagiaan bagi saya dapat berpartisipasi di sana. Selain karena beruntung karena baru dinyatakan terdaftar sekitar pukul 11.00 pada hari H (setelah daftar 3 kali), acara bertajuk GBBS alias “Gerakan Budaya Bersih dan Senyum” tersebut juga memberikan saya kesempatan untuk refreshingdan melakukan wisata edukasi. Di sana selain bisa memperluas jaringan dunia perbloggeran, saya juga beruntung karena mendapatkan pencerahan baru soal program Kemenko Maritim.
Sekitar jam setengah 4, acara dibuka oleh pembawa acara Citra Agnes. Kemudian setelah memperkenalkan para pembicara, sesi diskusi pun dimulai. Ibu Dra. Musyarafah Machmud sebagai Wakil Ketua Satgas GBBS dan Ketua Dharma Wanita Persatuan Kemenko Maritim atau biasa dipanggil Ibu Ara dan Pak Edi dari tim GBBS menjadi pembicaranya.
Ibu Ara menjadi pembicara pertama. Ia memperkenalkan tentang salah satu program unggulan Kemenko Maritim, yakni GBBS alias Gerakan Budaya Bersih dan Senyum. Program ini telah diluncurkan sejak 19 September 2015 lalu di Marunda, Jakarta Utara.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan devisa negara melalui sektor pariwisata, terutama di kawasan maritim. Ini karena sektor pariwisata menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar dan 8 kali lipat lapangan kerja ada pada sektor ini. Masalahnya, bagaimana turis asing mau datang ke Indonesia kalau kawasan wisata di Indonesia, terutama wisata pantainya kotor? Apalagi Indonesia merupakan penghasil sampah terbesar di dunia setelah Tiongkok. Untuk itulah program GBBS dilaksanakan, sejalan dengan target pemerintah dalam menjaring 10-20 juta wisatawan asing pada 2019.
Kenyataannya peringkat Indonesia dalam pariwisata kalah dibanding beberapa negara ASEAN. Berdasarkan Indeks Daya Saing dan Perjalanan Wisata atau TTCI (Travel and Tourism Competitiveness Index) 2013 dari World Economic Forum (WEF) menyatakan Indonesia ada di peringkat 70. Kalah dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand di peringkat 43, Malaysia di 34 dan bahkan Singapura di peringkat 10 dunia. Pada 2016, peringkat Indonesia meningkat jadi peringkat 50. Namun tetap masih kalah dibandingkan dengan Malaysia, Thailand apalagi Singapura yang peringkatnya ada di atasnya.
Padahal Indonesia jauh lebih banyak budaya dan pesona alamnya dibandingkan negara-negara lain. Ia membandingkan Indonesia dengan Jepang. Saat ia pergi ke berbagai daerah di Jepang ia pasti akan menemukan makanan yang sama. “Ketemu sushi lagi, sashimi lagi.”. Tapi di Indonesia, jangankan yang beda pulau, yang satu pulau pun pasti kita akan menemukan orang dengan berbagai budaya, pakaian, bahasa dan bahkan makanan tradisional yang berbeda-beda. Ia pun menjelaskan, “Yang membedakan Indonesia dan negara lain hanyalah soal infrastruktur dan bersih.”
Sesi diskusi kini dilanjutkan oleh Pak Edi dari tim satgas GBBS. Jika Ibu Ara menjelaskan tentang latar belakang dan perkenalan dari GBBS, Pak Edi justru membahas soal bagaimana pihak Kemenko Maritim menjalankan program ini. Dalam pelaksanaannya, seperti yang Pak Edi jelaskan, pihak Kemenko Maritim terbuka dengan siapa saja. Mereka bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Mereka melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti karang taruna, sekolah, pemerintah daerah, pihak swasta, pengusaha hingga media, seperti blogger misalnya. Pelaksanaan GBBS pun juga tersebar di berbagai daerah, Jakarta dan Makassar misalnya. Kemenko percaya bahwa semakin banyak orang yang terlibat, maka akan semakin sukses pula program GBBS.