Sudah hampir13 tahun reformasi bagi rakyat Indonesia, yang jadi pertanyaan apakah keadaan sekarang sudah lebih baik? Makin buruk? Atau kondisi saat ini hanyalah sebuah kehidupan yang linier bahkan tersier. Mari kita flashback sejenak pada saat demo besar-besaran yang terjadi 13 tahun silam. Mereka menuntut keadilan, perbaikan sistem ekonomi, perbaikan sistem hukum. Agak aneh bagi saya kalau hanya unsur-unsur itu yang mereka tuntut. Apa mereka melupakan sistem pendidikan? Atau mereka beranggapan bahwa kepentingan pendidikan masih dibawah kepentingan hukum dan ekonomi?padahal kalau kita pikir-pikir sumber dari segala hal adalah pendidikan.
Saat saya sedang mencari buku di sebuah toko buku, tanpa sengaja saya menemukan buku karangan A.S Neil, dia adalah seoarang penulis sekaligus kepala sekolah dari sebuah sekolah di London yang bernama Summerhill School (sesuai dengan judul bukunya pula). Dalam buku ini dijelaskan secara rinci betapa indah dan bahagianya murid-murid yang belajar di sana, karena berfungsinya roda demokrasi yang digerakkan dengan cinta dan keadilan. Misalkan dalam hal pembentukan peraturan, di sana semua siswa-siswi dari TK sampai SMA dilibatkan dalam pembuatan peraturan sehingga hasil peraturan sangat berbau keadilan dan dapat diterima oleh semua warga sekolah. Contoh lainnya dalam penentuan pelajaran, siswa-siswi diberikan kebebasan yang bertanggung jawab dalam menentukan pelajaran yang mereka sukai, dan khusus untuk pelajaran seni siswa-siswi dibebaskan untuk belajar kapan saja.. Untuk apa belajar suatu ilmu jika orang yang mempelajarinya tidak menyukai ilmu tersebut. Prinsip di sekolah ini jelas demokrasi (benar-benar demokrasi, tidak hanya omongan), dan juga siswa-siswi di sekolah ini dididik untuk mengembangkan bakat mereka karena Summerhill School menyadari bahwa kepintaran seseorang berbeda-beda (matematis, verbal, logis, seni, dll). Sungguh berbanding terbalik dengan keadaan pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia menerapkan siswa harus bisa menerima 10 atau bahkan lebih mata pelajaran, suka atau tidak suka mereka harus melahapnya sampai bertemu dengan UN. Dalam pembuatan peraturan pun hanya dilibatkan petinggi-petinggi sekolah tanpa memperdulikan siswa. Oleh karena itu banyak siswa-siswi yang malas-malasan untuk belajar atau menyontek saat ulangan. Itu disebabkan karena Indonesia mendidik manusia untuk dijadikan robot dengan basis nilai yang bagus, bukan mendidik manusia menjadi manusia berilmu dengan ilmu yang didapatkan dari pendidikan itu sendiri.
Sudah terbukti bahwa reformasi sampai saat ini belumlah tercapai, masalah terbesar bangsa ini ternyata bukanlah hanya hukum atau ekonomi. Masalah terbesar bangsa ini adalah pendidikan yang mengekang. Inikah cermin dari demokrasi pendidikan di Indonesia?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H