Dulu, kupikir susah dan senang itu takdir. Orang miskin dan orang yang hidup serba kecukupan, itu semua takdir. Bertaun-taun aku meyakini hal ini. Sore itu, hujan turun dengan derasnya. Akupun melihat wajah-wajah jengkel denga kerutan didahi. Aku juga melihat wajah-wajah ceria dengan senyum dipipi. Si wajah cemberut sedang kesal dengan yang namanya hujan. Wajahnya berkerut-kerut dengan urat-urat muncul dilehernya, karena aktifitasnya terganggu oleh si hujan. Sedang si wajah penuh senyum melompat kegirangan, berlari, membayangkan terbang ditengah rintik-rintik rahmat tuhan. Senyum mereka mengalahkan kerutan di dahi si wajah jengkel. Akupun tertawa dengan fenomena lucu ini. Memang hujan ini takdir. Tapi jengkel dan bahagia, cemberut dan senyum, girang dan sumpek, itu semua pilihan. Orang gembira dengan turunnya tetesan hujan itu pilihan. Orang jengkel dengan adanya hujan, itu juga pilihan. Kupikir, inilah hidup. Hidup ini takdir, siapapun tak bisa mengelak dari kehidupan. Akupun tak pernah merasa dimintai persetujuan untuk dicipta. Memang ini semua kehendak Tuhan, aku tak punya hak apapun. Akan tetapi, dibalik takdir hidup, ad yang namanya susah dan senang, bahagia dan sedih, miskin dan kaya. Dahulu, semua itu kupikir takdir. Tapi nyatanya itu semua adalah pilihan. Hidup adalah hujan. Orang susah adalah si wajah cemberut dan orang bahagia adalah si wajah senyum. Kita tak bisa menahan turunnya hujan, akan tetapi kita bisa memilih menjadi si muka masam atau si muka ceria. Susah itu pilihan, senang juga pilihan. Musibah yang menimpa, jika disambut dengan senyuman adalah sebuah pelajaran penting dari kehidupan. Jika kita sambut dengan rasa susah, maka itu semua hanya musibah tanpa manfaat. Begitu juga, miskin itu pilihan, kaya pun juga pilihan. Jangan anggap itu takdir. Semuanya hanya pilihan. Pernahkah kita berpikir, berapa banyak orang “kelebihan harta” yang selalu merasa kurang? Berapa banyak orang bermobil mewah tapi selalu ingin yang lebih bagus? Berapa banyak orang yang memiliki rumah disetiap kota, tapi selalu kurang dan kurang? Coba bandingkan dengan seorang petani, berumah gubuk dengan nasi dan terong sebagai sarapannya. Dia merasakan kebahagiaan hidup dan merasa cukup. Berapa banyak orang yang hanya bisa “meng-kontrak tempat tidur”, dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup? Kaya dan miskin adalah pilihan. Seorang kaya adalah dia yang merasa cukup dengan keadaan hidupnya. Dan seorang miskin adalah mereka yang selalu kekurangan dalam hidup walaupun kelebihan dalam ukuran normal seorang “berharta”. Tinggal kita pilih, mau jadi orang kaya atau miskin? Kita telah ditakdirkan untuk hidup. Lalu, tugas kita hanya memilih. Apakah ingin menjadi si wajah cemberut atau si wajah tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H