Hari itu tak seperti biasanya. Hatiku diliputi kebahagiaan bersama teman-teman. Hari itu adalah hari libur yang amat menyenangkan. Aku berlibur kesebuah tempat yang dipenuhi dengan keindahan alam ciptaan Tuhan yang secara otomatis merefresh kepalaku yang penuh dengan “masalah”. Aku tak ingin bercerita tentang pengalaman bahaga disana, tapi aku hanya ingin sedikit berbagi pelajarn besar yang kudapat dari bebatuan dan rerumputan disana. Saat itu, aku berjalan disekitar rahmat Tuhan yang memukau, ditengah bebukitan nan hijau. Dengan hati berbunga-bunga dan pikiran yang yang kosong dari selain nikmat Tuhan. Waktu sempit yang amat indah. Tak sengaja kutemuakn sat tebing curam yang tidak mengurangi keindahan alam disana. Ditebing inilah kutemukan pelajaran hidup yang berharga. Setelah melihat-lihat tebing itu, aku terdorong untuk bermain-main dan mengambil foto kenangan disana. Tak ada yang kupikirkan waktu itu selain foto kenangan yang indah. Aku mulai menuruni tebing itu dan berdiri di bebatuan yang rapuh. Aku tak sadar bahwa dibalik keindahannya, tebing itu menyimpan bahaya besar. Akan tetapi yang kupikirkan hanya foto dan foto yang menarik. Tiba-tiba kakiku terpeleset, sementara batu-batu yang kugunakan sebagai ijakanku mulai berguguran. Aku berusaha berpegangan dengan batu diatasku untuk menahan tubuh agar tak terperosok kebawah. Waktu itu aku sangat takut, tapi aku tetap berusaha naik. Beruntung, nasib baik masih setia menemaniku dan Allah masih berkehendak baik bagi hamba bodoh sepertiku ini. Aku masih terselamatkan dan bisa kembali keatas dengan pakaian yang kotor dan tangan yang terluka. Ditengah perjalanan kembali ke vila tempat aku menginap, pikiranku masih tertinggal ditebing. Kejadian ini adalah kesan yang tak akan pernah terlupakan. Seketika itu juga, pikiranku berpindah pada riwayat hidupku yang mirip dengan kejadian ditebing tadi pagi. Selama ini hidupku dikelilingi dengan kenikmatan, perjalananku dipenuhi dengan ketentraman. Tapi sayangnya aku sering mencoba bermain-main ditebing curam demi mengharap sesuatu yang remeh dari orang lain. Padahal sesuatu itu tidak bisa dibandingkan dengan keselamatan nyawaku. Begitupula akibat dari ketergelinciran ditebing itu taka akan pernah bisa dibayar dengan apapun. Aku pernah mencoba merokok demi terlihat “keren” dimata teman-temanku. Padahal, apa gunanya kata-kata “keren” disbanding dengan penyakit yang mematikan? Aku juga pernah melwan guru demi terlihat “jagoan” dihadapan teman-teman tak berguna. Sedangkan aku tak pernah berfikir, apa arti sebuah kata “jagoan” atau “pemberani” disbanding rasa sakit seorang guru yang disakiti muridnya? Aku pun pernah berlaku konyol, demi menjadikan teman-temanku tertawa dan menyukaiku. Padahal, apa arti seorang teman yang hanya berharap “kekonyolan” dibanding harga diri yang lenyap dimakan kekonyolan. Aku juga sering berbohong kepada orang tua maupun guru atau juga teman, hanya demi meraih “pandangan baik” dari mereka. Tapi aku tak pernah berfikir , apa arti pandangan baik manusia disbanding dengan pandangan buruk Tuhan? Selama ini aku sering menukar keselamatan demi sebuah foto tak berguna. Alangkah bodohnya aku… bahkan seorang anak kecil pun tak akan mau menukar nyawanya demi sebutir kelereng. Kenapa aku lebih dungu dari seorang anak kecil tak berakal sempurna? Anehh……. Sekarang anda menjadi saksi atas diri anda. Apa saja barang berharga yang telah anda tukar dengan hal hina? “Berapa banyak ‘emas’ yang rela kita tukar dengan sepotong roti basi?”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H