Sengaja saya tulis judul yang mungkin agak aneh terdengar bagi sebagian orang. Judul ini muncul karena rasa heran saya atas kebodohan, ketidak tau maluan, dan kepelitan manusia saat berurusan dengan tuhannya. Ya, manusia memang terlalu. Tapi, hal yang sama saya rasakan kepada tuhan. Saya heran dengan kelembutan, kebaikan, dan keberharapan tuhan atas kebahagiaan hamba-hambanya yang sudah melampaui batas. Karena saya bukan tuhan, mungkin ini yang membuat saya berpikir bahwa tuhan pun “terlalu”.
Kalo kita ingin membahas dua kata antara kata “manusia” dan kata “tuhan”, kita butuh penengah atau kata sambung yang bisa menghubungkan keduanya. Dua kata ini bisa bersambung jika ditengahnya ada kata “iman”. Dengan kata lain, iman disini berfungsi sebagai penghubung (kalo bahasa kitab-kitab kunonya disebut “wasilah”) antara manusia dan tuhannya. Mungkin sekarang anda mulai males membaca tulisan ini karena saya mulai membawa-bawa kata iman. Memang sepertinya kata iman itu begitu rumit dan baku untuk dijelaskan, tapi tenang aja, saya tidak akan berpanjang lebar ingin membahas masalah iman.
Kembali ke masalah pokok kita bahwa bagi saya manusia dan tuhan itu sama-sama keterlaluan. Saya akan buktikan ini dengan meng-capture (gara-gara keseringan pake bb), bagi yang gag mengerti bahasa capture maksudnya adalah dengan mengambil satu masalah yang terjadi setiap hari dalam hidup manusia. Masalah yang membuat banyak orang mati dan banyak orang korupsi. Apalagi kalo bukan masalah rezeki.
Sebelumnya saya mohon maaf jika saya memakai kata-kata iman lagi dalam tulisan ini. Mungkin ini yang terakhir. Allah swt dalam firman-Nya menyebutkan sifat-sifat orang ber-takwa sebagai berikut, “Kitab (al-qur’an) ini tidak ada keraguan didalamnya. Petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (Al-baqoroh 2). Siapakah mereka yang bertakwa? “yaitu mereka yang ber-IMAN kepada yang ghaib, melaksanakan solat dan menginfakkan SEBAGIAN rizki yang Kami berikan kepadanya”.
Intinya, Allah swt jelas-jelas menginginkan hamba-Nya untuk menjadi hamba yang bertakwa kepada-Nya dan salah satu syarat dari takwa adalah “menginfakkan SEBAGIAN rizki yang Kami berikan kepadanya”. Saya tidak ingin membuat tulisan ini semakin ribet, panjang, dan bertele-tele. Langsung saja saya buktikan kalo Tuhan dan Manusia sama-sama keterlaluan.
Masalah meng-infakkan rezeki (bahasa kerennya “sedekah” atau “bagi-bagi duit”) sangat ditekankan dalam Al-qur’an. Allah berkali-kali meminta kepada hambanya untuk meluangkan sebagian rezekinya untuk mereka yang membutuhkan. Tujuannya jelas, agar tidak Nampak perbedaan yang mencolok antara si kaya yang suka menghambur-hamburkan uang dengan si miskin yang sekarat kelaparan. Karena dalam hadis disebutkan, “Jika seorang kaya itu pelit, maka si miskin akan menjual agamanya dengan dunia”. Dan ini penyakit yang kronis dan berbahaya. Dalam hadis lain dsebutkan, “kemiskinan itu hamper mendekati kekafiran”. Puncaknya, nanti akan terjadi “revolusi lapar” yang akan mengacaukan keadaan dengan banyaknya kriminalitas dan tak adanya ketenangan hidup bagi si kaya maupun si miskin.
Dan disini ada beberapa cara yang dilakukan Allah didalam Al-Qur’an untuk menggugah kesadaran manusia untuk berinfak. Dan cara-cara dibawah ini dijamin tak ada yang bisa menolaknya. Tapi ya masih ada orang-orang yang enggan ber-infak. Memang terlalu.
cara pertama:
Allah mengingatkan kepada manusia bahwa harta itu bukan hartamu! Kenapa kamu harus pelit terhadap apa-apa yang bukan milikmu? Terlalu!
“Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu”
Sungguh lucu dan terlalu. Semua harta ini milik Allah, tapi mereka tetap tidak mau mengeluarkan SEBAGIAN dari harta yang bukan miliknya! Satu hal telah tersingkap tenntang keterlaluan manusia.