Korelasi adalah hubungan timbal balik atau sebab akibat. Sedangkan pendidikan agama Islam adalah sebagai pondasi awal bagi kehidupan manusia dalam membentuk karakter agar berakhlak mulia. Agama Islam adalah agama yang dibawa sejak saat Nabi Adam AS, akan tetapi Nabi Muhammad SAW sebagai rasul yang membawa ajaran Islam dan memperkenalkannya kepada seluruh umat manusia dan sebagai penyempurna dari agama-agama lainnya. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai jumlah pemeluk agama Islam terbanyak di dunia, total sekitar 273,87 juta penduduk yang memeluk agama Islam di Indonesia. Menurut data, terdapat 238,09 juta jiwa atau sekitar 86,93% penduduk Indonesia yang tercatat beragama Islam pada akhir 2021. Sebanyak 20,45 juta (7,47%) penduduk Indonesia yang memeluk agama Kristen, sebanyak 8,43 juta jiwa (3,08%) beragama Katolik, dan 4,67 juta (1,71%) beragama Hindu. Ada pula 2,03 juta jiwa atau sekitar 0,74 juta jiwa penduduk di tanah air yang beragama Buddha, terdapat 73,63 ribu jiwa (0,03%) memeluk agama Konghucu, serta terdapat 126,51 ribu (0,05%) yang memeluk aliran kepercayaan. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan agama Islam dalam membentuk akhlak dan moral, hal ini dapat dibuktikan ketika Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT sebagai suri tauladan untuk menyempurnakan akhlak seluruh umat manusia menjadi berakhlak mulia.Â
Pendidikan Agama Islam dan Mengangkat Kisah Guru Lekar
Beberapa dekade ke belakang sebelum marak gadget, anak-anak menghabiskan waktunya untuk  berkumpul di surau atau langgar. Mereka bersama-sama melantunkan ayat-ayat suci Alquran, suaranya terdengar sangat indah walaupun dengan peralatan yang sederhana. Metode pembelajaran yang diberikan seorang guru kepada anak-anak melalui pengajian lekar. Mereka sangat antusias mengikuti pelajaran yang diberikan oleh sang guru, begitupun seorang guru sangat senang dapat menyampaikan ilmu yang ia miliki. Ulama salaf mengenalkan agama islam melalui metode pengajian lekar, hingga pada akhir abad ke 19, tradisi ini terus berkembang yang dikenalkan oleh Habib Ustman Bin Yahya dengan karyanya kitab Sifat Dua Puluh. Sampai sekarang metode ini masih dilaksanakan pada sebagian wilayah tertentu di Indonesia. Metode pendidikan agama Islam usia dini di era modern harus mengandung potensi yang bersifat mengarahkan materi pelajaran kepada tujuan pendidikan agama Islam yang hendak dicapai proses pembelajaran (Ahyat, 2017).Â
Pengajian lekar adalah suatu metode pengajaran yang masih ada sampai saat ini. Bahkan di wilayah saya ada seorang ibu paruh baya yang bernama ibu Maijudah, beliau masih mengabdikan dirinya untuk mengajarkan anak-anak dengan metode ini dan sudah memulainya 15 tahun yang lalu, beliau tidak mengharapkan imbalan apapun kecuali ridho dari Allah SWT. Cita-citanya hanya ingin melihat anak-anak tumbuh menjadi generasi penerus yang cinta kepada Alquran dan berakhlakul karimah. Banyak rintangan yang dihadapi oleh ibu dua anak ini tetapi beliau  tetap menjalankan rutinitas kesehariaannya dengan sabar yaitu mengajarkan anak-ank mengaji dan menulis huruf-huruf hijaiah. Anak-anak begitu antusias mengikuti pelajaran yang diberikan dan dari waktu ke waktu anak-anak semakin banyak. Di usianya yang tidak muda lagi beliau berharap apa yang dikembangkan sekarang ini ada seseorang yang dapat meneruskan cita-citanya untuk melanjutkan pengajian lekar ini sampai di masa yang akan datang. Saya sangat terharu dengan pernyataan ibu Maijudah, andai saya dapat meneruskan cita-citanya untuk menjadi pengajar guru lekar yang sudah jarang ditemukan sekarang ini.Â
Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa korelasi antara pengajian lekar dengan pergaulan bebas remaja yaitu membentuk  karakter remaja sedini mungkin dengan metode pendidikan ini pribadi anak-anak remaja dapat lebih terarah kepada hal-hal yang positif untuk bekal di masa depan mereka. Para remaja melakukan aktivitas keseharian mereka dengan belajar pendidikan agama sambil bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya sehingga akan menambah wawasan luas dan positif. Para orang tua akan merasa nyaman dan berharap anak-anak mereka dapat membedakan mana yang benar dan yang salah karena keseharian mereka akan selalu di bawah pengawasan guru lekar tersebut.Â
Pergaulan Bebas pada Remaja di Era Globalisasi
Pergaulan bebas adalah salah satu karakter menyimpang yang melewati batas norma-norma agama dan berdampak negatif terutama terhadap lawan jenis. Banyak aspek yang menyebabkan pergaulan bebas pada remaja menjadi tidak terkontrol, salah satunya adalah minimnya pendidikan agama pada usia dini. Hal ini mengakibatkan para remaja sulit menerima nasehat atau masukan dari kedua orang tuanya. Jadi  pergaulan  antar  manusia  harusnya  bebas, tetapi  tetap  mematuhi  norma  hukum,  norma  agama,  norma budaya, serta norma bermasyarakat (Nadirah, 2017). Penyebab lain dari pergaulan bebas pada remaja adalah sikap mental yang tidak sehat, para remaja memiliki pemahaman yang lemah dan ketidakstabilan emosi dikarenakan kurangnya kasih sayang dan pengawasan orang tua. Bahkan kebanyakan orang tua menolak, menghukum, dan memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Sehingga remaja menjadi kecewa, tertutup, dan labil mengatur emosi serta mudah terpengaruh hal-hal negatif di sekelilingnya.Â
Cara Mencegah dan Meminimalisir Pergaulan Bebas pada Remaja Â