Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel menolak Ijtimak ulama yang digelar di Menara Peninsula  Slipi Jakarta Barat Jumat tanggal 27 Juli 2018 yang merekomendasikan Ketum Gerinda Prabowo Subianto sebagai capres, dan merekomendasikan dua cawapres yaitu: Ketua Majelis Syuro PKS Salaim Segaf dan Ustaz Abdul Somad.Â
Adapun alasannya karena ulama tidak bisa dibawa ke urusan politik pilpres. Â Ulama adalah payung umat dan harus menjaga kerukunan," kata Sekretaris MUI Sulsel, HM Renreng saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/8/2018).
Berita lain, Wakil Sekjen PKB Jazilul Fawaid mengatakan, para kiai memberi mandat agar Muhaimin menjadi cawapres pendamping Jokowi. Â Partainya bisa saja tak lagi mengusung Presiden Joko Widodo jika tak mendapat persetujuan para kiai ..........................." Kamis (2/8/2018).
Kenapa MUI Sulsel tidak melakukan penolakan yang sama terhadap rekomendasi ulama kepada Muhaimin menjadi cawapres Jokowi, padahal rekomendasi tersebut dikeluarkan lebih dulu dibanding rekomendasi terhadap Prabowo. Â Inilah contoh MUI Sulsel double standart dalam memberikan pendapat.Â
Apakah penolakan  MUI Sulsel terhadap rekomendasi ulama untuk Prabowo menjadi Capres benar netral atau ada tujuan lain.  Hanya Allah swt yang Maha Tahu.  Nabi tidak pernah melakukan hal diskriminatif  seperti itu.  Nabi adalah tauladan untuk seluruh umat muslim.
Sekretaris MUI Jabar Rafani Achyar menilai gerakan tagar #2019GantiPresiden lebih dominan unsur provokatif dan mengarah kepada aksi inkonstitusional. Sebab gerakan tersebut bisa memicu konflik.Â
Oleh karena itu, dia meminta agar deklarasi tagar #2019GantiPresiden tidak digelar di Jabar. Berbeda dengan bentuk dukungan Jokowi dua periode, Rafani menganggap gerakan tersebut sah saja dilakukan. Pasalnya, dia melihat, Presiden Jokowi masih memiliki hak untuk kembali memimpin Indonesia. Kalau Jokowi dua periode karena Jokowi masih punya hak konstitusi. Tagar #Ganti Presiden kan tidak jelas (gantinya) nanti atau sekarang (Detik.com 1/8/2018).
MUI Pusat menyetujui agar deklarasi tagar #2019Ganti Presiden tidak digelar di Jabar, namun  Bawasluh enggan menanggapi pernyataan MUI tersebut karena menganggap itu sensitif.
Menurut pendapat saya, yang menilai tagar #2019GantiPresiden lebih dominan unsur provokatif adalah Bawasluh sehingga lembaga itu bisa melarang untuk tidak dideklarasikan. Â Kenyataannya bawasluh tidak melarang. Â
Selanjutnya yang berhak menilai deklarasi tagar #2019GantiPresiden mengarah kepada aksi inkonstitusional adalah aparat hukum yaitu kepolisian. Â Kenyataannya aparat kepolisian tidak melarang deklarasi tersebut. Â Justru yang lebih konyol lagi MUI menilai tagar Jokowi 2 periode konstutisional karena Jokowi saat ini masih memimpin Indonesia jadi masih punya hak konstitusi, sedangkan Tagar #2019 GantiPresidien tidak jelas gantinya nanti atau sekarang.
Saya menghimbau MUI Jabar dan MUI Pusat agar memahami bahwa deklarasi tagar #2019Ganti Presiden adalah hak konstutusi setiap warga negara untuk menyatakan pendapat yang dijamin oleh Undang-Undang. Â MUI tidak memiliki weweang apapun untuk menilai apakah suatu tagar itu konstitusi atau tidak. Â Yang berhak menilai adalah pihak penegak hukum.Â