Mohon tunggu...
Nizamuddin Sadiq
Nizamuddin Sadiq Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik yang terus belajar sepanjang hayat

Kebenaran sejati adalah kebenaran yang hakiki, dan itu sulit dicari kecuali oleh kebenaran itu sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengalaman Otentik: Mahalnya Matahari

16 Maret 2017   21:09 Diperbarui: 16 Maret 2017   21:13 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dulu, ketika melihat banyak wisman (wisatawan mancanegara), khususnya yang berasal dari Eropa kepulauan, yang sangat menyukai sun-bathing (berjemur) bahkan dengan, maaf, tanpa sehelai benangpun yang menempel di badan, timbul rasa heran yang amat mendalam. Mengapa mereka sebegitu bergairahnya bermandikan sinar mentari yang terik dan membakar kulit? Waktu itu pula, mendapat jawaban yang tampaknya hanya ala kadarnya. Mereka ingin punya kulit coklat hangus seperti orang lokal.

Jawaban itu masuk akal, karena umumnya wisman tersebut berkulit putih. Tetapi tentu saja jawaban tersebut kurang memuaskan. Orang lokal yang warna kulitnya coklat kehitaman punya cita-cita tinggi agar bisa berkulit putih. Nah ini, sudah punya kulit putih, kenapa ingin punya kulit kecoklatan?

Waktu itu, pertanyaan tinggal pertanyaan, tidak tidak ditelusur hingga mendalam. Akhirnya, jawaban tersebut seolah menjadi kepastian bahwa jika melihat wisman Eropa suka berjemur, itu karena mereka ingin punya kulit coklat.

Beberapa puluh tahun kemudian, setelah pertanyaan di atas muncul, saya bersyukur mempunyai kesempatan untuk tinggal sementara di negaranya James Bond di Inggris. Bukan untuk berlibur tetapi untuk studi, di negeri yang mempunyai empat musim – gugur (autumn), dingin (winter), semi (spring), dan panas (summer). Tahun ini saya akan memasuki siklus kedua dari perputaran empat musim tersebut.

Lalu apa kesimpulan saya dengan sudah mengalami siklus pertama empat musim tersebut? Kesimpulan saya ternyata salah orang yang mengatakan bahwa ada empat musim di Inggris. Yang benar ada dua, yakni musim dingin dan dingin banget. Mengapa saya bisa berkesimpulan seperti itu? Jawabnya sederhana karena matahari mahal (di Inggris memang tidak ada Matahari, yang ada Primark, Aldi atau Sainsbury). Maksudnya sudah sangat bersyukur jika satu hari saja bisa menikmati sinar mentari. Dibanyak kesempatan matahari enggan muncul, kalaupun muncul sinarnya tidak terasa hangat di kulit. Suhu yang dingin, apalagi jika angin bertiup, mengalahkan hangatnya sinar mentari. Dengan kondisi yang demikian, dapat dimaklumi jika sinar mentari, tentu saja sinar mentari yang hangat di kulit dan menimbulkan sensasi yang tiada tara untuk memulai hari, menjadi sesuatu yang amat sangat dirindukan.

Saking mahalnya sinar mentari, sekolah, mulai dari SD sampai perguruan tinggi, libur saat musim panas (summer). Tidak tanggung-tanggung liburnya bisa hampir sebulan. Kok lama sekali? Jawabnya karena ingin menikmati teriknya matahari. Disaat inilah, orang bisa berlibur bersama keluarga, piknik ke taman, dan melakukan kegiatan-kegiatan outdoor lainnya. Meskipun suhu tertinggi saat musim panas hanya 25 derajat celcius – mungkin ini suhu terendah di tanah air di kota-kota, itu sudah lebih dari cukup untuk menikmati gemerlapnya sinar mentari.

Libur summer harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, karena matahari bisa bersinar terik tidak lama. Bisa merasakannya dua minggu sunny day saja sudah senangnya tidak terkira. Oleh karena itu, summer holliday menjadi liburan keluarga yang amat dinantikan dan tentu saja sangat dinikmati. Setelah itu, cuaca kembali seperti semula, dimana umumnya awan menutup langit, dingin menggigit, dan lidahpun tak jarang terasa pahit.

Olala, ini ternyata rahasia mengapa dulu para wisman Eropa suka berlama-lama menikmati teriknya sinar matahari. Di negeri asalnya matahari amat mahal, sementara di negara-negara tropis, seperti Indonesia, matahari berlimpah ruah, bagaikan hidup di sorga. Kapan saja dimana saja dapat merasakan hangatnya sinar mentari. Dan itu semua tidak usah beli.

Pengalaman otentik saya untuk merasakan dua musim di Inggris (ingat musim dingin dan dingin banget), menyadarkan saya bahwa memahami perilaku suatu komunitas tidak cukup hanya dengan melihat atau membaca literatur tetapi juga harus memiliki pengalaman otentik. Itulah yang diajarkan agama. Misalnya, puasa, yang diantara sekian banyak hikmahnya, salah satunya adalah memiliki pengalaman otentik untuk dapat merasakan betapa susahnya menjadi orang yang kelaparan. 

Dengan mengalami sendiri hakikat lapar seperti apa dan bagaimana, maka diharapkan setelah puasa, orang akan makin bertambah syukurnya. Bersyukur tidak hanya dengan ucapan tetapi juga dengan perbuatan berupa kesalihan sosial. Semakin suka bersedekah, membantu kesulitan tetangga kiri-kanan, atau menyantuni fakir miskin, anak yatim dan orang-orang yang hidupnya kurang beruntung.

Itulah sebabnya maka pepatah menyebutkan pengalaman (otentik) adalah guru yang paling baik. Dengan mengalami, kita merasakan, belajar, dan memahami situasi dan kondisi. Dengan pengalaman itu pula, kita bisa menjadi lebih bijak memandang suatu persoalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun