Mohon tunggu...
Nizamuddin Sadiq
Nizamuddin Sadiq Mohon Tunggu... Dosen - Pendidik yang terus belajar sepanjang hayat

Kebenaran sejati adalah kebenaran yang hakiki, dan itu sulit dicari kecuali oleh kebenaran itu sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Timnas Sepakbola Indonesia

28 Agustus 2017   14:17 Diperbarui: 28 Agustus 2017   14:24 982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Timnas U-22 akhirnya kalah di Semifinal melawan tuan rumah Malaysia di ajang pesta olahraga dua tahunan di kawasan Asia Tenggara, SEA GAMES 2017. Kekalahan ini sudah saya prediksi sebelumnya, bahkan jikalau Indonesia menang dan melaju ke final, Timnas U-22 tidak akan memperoleh emas. Saya bukan dukun, dan bukan pula ahli klenik tapi saya mengamati hubungan antara prestasi Timnas Sepak Bola Indonesia di semua ajang dengan situasi politik dan kepengurusan PSSI.

Analisis saya bermula pada tahun 1998 hingga tahun 2004, dimana gejolak politik di tanah air berbanding lurus dengan prestasi sepakbola Indonesia.  Pada tahun 1998, saat itu Timnas senior mengikuti piala AFF dan hasil akhir adalah peringkat ke tiga (3). Hasil tersebut sudah cukup baik, meskipun bukan yang terbaik. Apa kaitannya dengan situasi politik di Indonesia saat itu? Tidak salah lagi, tumbangnya rezim orde baru yang sudah berkuasa selama 32 tahun di Republik Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1999, Indonesia menempati urutan ke tiga (3) di ajang SEA GAMES. Mungkin tidak ada hubungannya secara langsung tapi nyata nya ribuan nyawa melayang saat lepasnya Timor-Timur melalui referendum yang di sponsori PBB antara pihak yang pro kemerdekaan dan pro Indonesia.    

Angin segar sebetulnya menghampiri Indonesia pada kurun waktu 2000, 2002, dan 2004 ketika Timnas senior mengikuti ajang AFF. Tapi sayangnya di tiga kesempatan tersebut, Timnas Indonesia hanya puas sebagai runner-up. Lagi-lagi di tiga kejuaraan tersebut iklim politik Indonesia juga kurang kondusif. Gus Dur yang dipilih oleh anggota MPR kala itu mulai digoyang kursinya untuk dilengserkan, dan akhirnya melalui Sidang Istimewa, MPR melengserkan Gus Dur. Megawati sebagai Wakil Presiden naik menjadi Presiden menggantikan Gus Dur. Megawati menghabiskan sisa periode kepresidenan Gus Dur bersama Hamzah Haz. Sementara itu, Timor Timur resmi sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste.

Periode selanjutnya adalah tahun 2010-2016 dimana kekisruhan di tubuh PSSI mewarnai kiprah Timnas Indonesia. Pada tahun 2010, Timnas senior kembali melanjutkan tren spesialis runner up di ajang AFF. Percaya atau tidak, tahun 2010 gonjang ganjing kasus yang menimpa Ketum PSSI Nurdin Halid dengan kasus korupsinya dan pengubahan aturan main agar mantan narapidana dapat kembali menduduki jabatan sebagai Ketum. Saat itu sudah ada usaha penolakan yang akhirnya melahirkan dualism liga: ISL vs IPL.

Pada tahun 2011 dan 2013, Indonesia secara berturut-turut menduduki peringkat dua (2) di ajang SEA GAMES. Di dua kali ajang SEA GAMES tersebut kisruh PSSI masih berlanjut. Agum Gumelar diangkat sebagai caretaker oleh FIFA untuk menuntaskan kisruh dualisme kompetisi dan rivalitas kepengurusan. Meskipun kubu Djohar Arifin yang menang tetapi terlihat sekali beberapa kebijakan lebih menguntungkan pihaknya. Salah satu contoh yang paling mencolok adalah masuk nya 6 klub pendukung IPL ke dalam kasta tertinggi sepak bola Indonesia tanpa mengikuti kompetesi dari kasta bawah.

Mr. Runner up terus berlanjut di tahun 2016 dimana Timnas harus kalah aggregate dari Thailand 3-2. Tahun ini kita semua tahu, pengurus PSSI berseberangan dengan pemerintah yang akhirnya PSSI dibekukan oleh pemerintah dan La Nyalla Mattaliti tidak diakui oleh pemerintah. Hasilnya, untuk pertama kali dalam sejarah, Indonesia mendapat banned dari FIFA.  

Akhirnya tahun ini, 2017, di ajang SEA GAMES, jangankan runner up, posisi ketiga saja belum tentu di dapat. Selain, bekas-bekas luka akibat mendapat banned dari FIFA. Iklim politik di tanah air tidak kondusif. Sejak pilpres yang menghadirkan dua kandidat presiden, Indonesia tampak sekali terbelah, khusus nya pihak nasionalis dan agama. Lihatlah jargon-jargon omong kosong yang muncul seperti ANTI NKRI, RADIKAL, AKU INDONESIA, AKU PANCASILA. Justru jargon-jargon tersebut yang memicu timbulnya perpecahan dan SARA. Ibarat idiom orang muda, LU JUAL, GUE BELI. Kapan majunya kita sebagai bangsa kalau isu-isu ini terus berlanjut. Sayangnya, justru semua ini terjadi di masa presiden yang katanya pro rakyat dan merakyat.

Sebagai kesimpulan analisis saya sekitar 18-19 tahun, pertama, suka tidak suka prestasi Timnas sepak bola sangat berhubungan dengan situasi politik dan PSSI, ketidakkondusifan politik dan PSSI berbanding lurus dengan prestasi Timnas sepakbola sebagai jawara bukan sebagai Mr. Runner up. Kedua, ada semacam intuisi yang menurut saya masuk akal bahwa prestasi Timnas apabila berhasil menjadi juara akan menjadi klaim pihak tertentu, misalnya presiden tertentu atau Ketum PSSI tertentu, padahal doa dari seluruh rakyat Indonesia yang mendukung Timnas boleh jadi bukan pendukung presiden tertentu atau ketum PSSI tertentu. 

Padahal Presiden Indonesia dan PSSI yang singkatannya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, jelas-jelas menegaskan Indonesia tanpa embel-embel dari sabang sampai merauke, tanpa membedakan suku, agama apalagi partai. Singkatnya, Timnas harus benar-benar murni sebagai perwujudan dari salah satu bait dari lagu kebangsaan Indonesia Raya:  Marilah kita berseru, Indonesia bersatu.

Menarik untuk ditunggu, kapan Indonesia benar-benar bersatu, presiden nya, PSSI nya, rakyatnya, yang akhirnya tidak ada alasan lagi bagi Yang Maha Kuasa untuk tidak memberikan kekuatan kepada Timnas Indonesia untuk menjadi nomor satu di Asia Tenggara. Jikalau masih ada pihak yang mengklaim dan merasa paling bekontribusi terhadap prestasi Timnas Indonesia, maka sebaik dan seindah apapun permainan sepak bola Indonesia, hasil terbaik hanyalah runner up.

Catatan akhir pekan dari penggemar timnas

Southampton, UK, 27 Agustus 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun