Mohon tunggu...
Nizam Syafrudin
Nizam Syafrudin Mohon Tunggu... lainnya -

Berbagi sedikit ilmu untuk bumi ini adalah kebahagiaan. Shodaqoh image (shoim) merupakan cerminan. Kontemplasi merupakan bagian hidup.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Instropeksi Bakrie Award

11 Agustus 2011   04:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:54 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penghargaan Achmad Bakrie, kembali diberikan pada orang-orang berprestasi di negeri ini. Tidak tanggung-tanggung penerima penghargaan ini sejumlah 6 orang dengan memperoleh uang sejumlah Rp 250 juta per orang. Artinya total pemberian uang untuk penghargaan tersebut adalah Rp 1,5 miliar plus biaya lain-lain. Wow! Jumlah yang cukup fantastik dan menggiurkan. Sayapun sering membayangkan bagaimana memiliki uang sebanyak itu lalu dibagi-bagikan dengan sukarela. Pastinya baik sekali si Bakrie dengan keluarga besarnya ini.

Mengutip pernyataan Ardiansyah Bakrie dalam detik News, penghargaan ini untuk memotivasi masyarakat agar menyumbangkan inovasi dan gagasan pada bidang sains, sosial, sastra, teknologi dan kedokteran. Dapat disebut pula penghargaan bergengsi ini adalah nobel versi Indonesia. Sehingga penerima Bakrie Award adalah orang-orang yang mampu menolong masyarakat untuk berpikir lebih baik atau memiliki manfaat besar dalam kemasyarakatan, jika orang tersebut senang merusak kehidupan masyarakat si Bakrie Award tidak akan mangkir padanya apalagi uang Rp 250 juta.

Jika sudah memberi penghargaan pada seseorang tentunya si pemberi adalah orang yang lebih baik dan layak dijadikan contoh. Sebagai contoh, seorang guru memberikan hadiah pada muridnya karena bisa mencontoh apa yang telah dimodelkan oleh gurunya bahkan lebih baik. Lha, di sinilah Bakrie Award sedikit bermasalah. Bakrie yangjuga pemilik perusahaan Lapindo Brantas, ternyata belum mampu memberikan contoh bagaimana memberdayakan masyarakat apalagi berkontribusi besar terhadap kehidupan sejahtera masyarakat. Buktinya, banyak dan miris sekali.

Lumpur Lapindo telah lima tahun lebih menjadi kasus yang tak terselesaikan. Masyarakat porong dan beberapa desa di sekitar pengeboran sumur Lapindo Brantas dengan total lebih dari 10.000 jiwa, sampai sekarang belum bisa hidup tenang. Bukan hanya kehidupan dalam artian yang sederhana, orang-orang kecil ini kehilangan banyak hal. Rumah tempat tinggal mereka selama bertahun-tahun tidak dapat ditengok lagi, pemakaman leluhur sudah jadi genangan lumpur juga, mata pencaharian hilang, kesehatan yang mengalami kemerosotan luar biasa, dan yang lebih kejam anak-anak yang seharusnya masih menikmati bangku sekolah dengan terpaksa atau mungkin sukarela tidak mampu meneruskan pendidikan mereka. Komplit sudah penderitaan yang diciptakan oleh salah satu perusahaan Bakrie ini.

Jika anda berkesempatan lewat daerah lumpur Lapindo yakni Jalan raya Porong, maka sejak keluar jalan Tol kita akan dihibur oleh pengamen jalanan, mulai dari anak-anak jika masih pagi, remaja sampai orang dewasa yang mendapat jatah malam hari. Tidak hanya pengamen, penjual makananpun bertebaran di area ini. Mereka ikut di dalam bis dan menambah panasnya suasana dalam bis. Pengamen-pengamen ini senantiasa menyanyikan lagu yang tidak bersemangat, mulai dari lagu patah hati hingga putus sekolah dan ikut mertua. Sungguh ironis.

Kembali pada Bakrie Award, apakah si pemberi penghargaan telah memberi contoh sedemikian mulia, hingga harus membagi-bagikan uang sedemikian banyak untuk orang-orang yang menginspirasi. Bukankah akan lebih manfaat jika makin banyak orang tertolong dengan uang-uang yang dihasilkan oleh Group Bakrie.

Sampai sekarang nyatanya Bakrie tidak menunjukkan langkah nyata demi kebaikan sekian ribu generasipenerus kehidupan bangsa. Mereka masih saja diam dan tanpa rasa bersalah menggelar Bakrie Award setiap tahun. Mengapa pula tidak diadakan semacam “Lapindo Award” yang diprakarsai oleh Group Bakrie agar masalah Lapindo segera tuntas dan tidak mangancam masa depan generasi penerus. Atau mungkin jika mau berusaha sedikit keras ditambah keikhlasan, bukannya tidak mustahil Bakrie akan menerima Nobel. Sepertinya mereka memang tidak tertarik memperoleh penghargaan untuk menginspirasi atau membangun masyarakat. Saya tidak berharap Bakrie lebih ahli dalam merusak infrastruktur kehidupan masyarakat namun senantiasa bertopeng kebaikan dengan mengadakan beragam acara Award tanpa tauladan.

Bagi penerima Bakrie Award semoga Lumpur Lapindo menjadi inspirasi bagi mereka pula untuk menolong sekian ribu masyarakat yang didzolimi oleh si pemberi penghargaan.

Untuk masyarakat Korban Lapindo, Tuhan tidak pernah tidur dan tidak peduli. Jika pemerintah tak berdaya karena kekuatan uang pengusaha maka Tuhan adalah pemilik segala daya. Maka berdo’a adalah satu-satunya jalan tanpa suap.

Semoga Lapindo menjadi pelajaran bagi kita semua agar tidak serakah terhadap karunia Tuhan.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun