Mohon tunggu...
Kurnia Dwi Aprilia
Kurnia Dwi Aprilia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Believe, belive, and belove.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malam

22 September 2014   03:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:59 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Wahai malam, aku ingin sedikit berbagi cerita denganmu. Tapi aku khawatir kau terlalu bosan mendengar ceritaku yang terkadang penuh dengan keluh dan kesah semacam para pesakitan.

Jadi begini,

Kemarin, aku bertemu pagi. Tapi kulihat dia terlalu sibuk dan akhirnya segera berlalu dan berlari. Padahal ada banyak hal yang ingin aku bicarakan dengan pagi. Kutunggu dia bermalam panjang, dan kunanti saat senja meregang. Namun apalah daya, lagi-lagi pagi selalu cepat pergi.

Keesokannya, kutemui siang untuk membagi ceritaku. Tapi siang sepertinya sedang lelah dan tak ingin diganggu. Terlebih, kulihat wajahnya memerah, bukan karena bersemu malu, tapi sepertinya agak sedikit marah. Mungkin karena gerah. Lalu akupun hanya sedikit menyapa dan menunduk lesu.

Hari ini, kutemui sore karena kulihat dia tak sesibuk pagi dan tak segalak siang. Berharap sore mau mendengarkan ceritaku, seorang yang bukanlah periang. Tapi sore malah mengajakku menunggu senja. Terus saja bercakap mengenai senja yang indah dan mempesona. Tanpa tau maksud hatiku.

Lalu senja datang. Ia indah, apalagi penciptanya. Merona. Memancarkan aura yang terlihat sangat bersahaja dan gembira. Walau senja agak manja, tapi dia mengerti bahwa hidup kita tak pernah seperti raja. Maka dia menasehatiku, “Beginilah hidup, mirip dengan waktu munculnya aku yang singkat dan hanya sesaat. Untuk itu, janganlah berbuat curang dan tetaplah berjuang.” Begitulah senja, indah tapi hanya sesaat. Tak sempat jua mendengar ceritaku, namun dia telah memberi petuah hidup yang bermanfaat.

Dan kini malam datang,

Wahai malam,

setelah bertemu senja kupikir kau adalah yang paling tepat untuk dijumpai. Karena kehadiranmu panjang, menyejukkan, penuh bintang, dan kurasa kau adalah sebaik-baik pendengar.

Wahai malam,

Terkadang kulihat kau seram. Mungkin karena ditutupi gelap, sehingga tampak seperti suram. Bukan, bukan begitu maksudku. Bukan berarti aku menyalahkanmu. Maksudku, inilah salahku. Menilai hanya dari wujudmu. Ya, akulah yang sesungguhnya terlalu rapuh dan lemah. Padahal selama ini kau selalu setia menemani. Baik senang, sibuk, sepi, sedih sekalipun kau temani aku. Tak jarang kau menutupi segala resah dan gundahku dengan gelapmu. Harusnya aku bersyukur berteman denganmu, malam.

Wahai malam,

Tetaplah begitu. Kurasa menjadi baik tak perlu yang selalu tampak indah di mata orang.

Wahai malam,

Terimakasih malam. Ajak aku untuk selalu mencintai penciptamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun