Mohon tunggu...
Nityaswari
Nityaswari Mohon Tunggu... Lainnya - english 21

human life

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengikat Erat Tali Persaudaraan di Hari Raya Galungan dalam Masa Pandemi

9 November 2021   13:02 Diperbarui: 9 November 2021   13:38 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semeton Umat Hindu di Bali, pastinya sudah tidak asing lagi dengan berbagai tradisi dan upacara adat. Namun, dikarenakan keadaan bumi kita yang sedang tidak baik-baik saja tentunya menghambat segala kegiatan yang ada. Segala hal yang sudah terencana dan tersusun rata, kini hanya angan-angan semata, bersyukur jika masih bisa dijalankan meskipun dengan sederhana. 

Bagi pemeluk agama Hindu, tidak asing lagi dengan Hari Raya Galungan dan Kuningan, hari yang diperingati sebagai perayaan menangnya Dharma melawan Adharma atau Kebaikan diatas Kejahatan. Sebelum masuk ke puncak perayaan, ada beberapa tahapan yang harus dilewati. 

Galungan dirayakan sebagai hari Dharma (kebaikan) mengalahkan Adharma (kejahatan). Galungan, menurut kalender Bali, adalah enam bulan atau lebih pada hari Buddha Kuriwon Danglan (Rabu Kuriwon Uk Danglan) sebagai hari Dharma (kebenaran) mengalahkan Adharma (kejahatan) oleh umat Hindu.Dirayakan setiap 210 hari. 

Hari Raya Galungan adalah momen untuk memperingati penciptaan alam semesta. Dengan rasa syukur, umat Hindu Sanghyang Dedari dan Tuan Batara mempersembahkan sesaji. 

Galungan sendiri berasal dari kata Jawa kuno yang berarti "menang". Juga, kata Galungan memiliki arti yang sama dengan Danglan, yang berarti "menang". Galungan memberikan pengertian bahwa niat dan upaya baik selalu mengalahkan niat dan upaya buruk.

Umat Hindu Bali melaksanakan berbagai kegiatan khusus dan khusus untuk merayakan hari suci Galungan. Perayaan Galungan diawali dengan persembahyangan di rumah dan dilanjutkan ke pura keluarga  besar seperti Pemerajan Agung, Dadia, Pura Induk, Panties dan Pura Banjar, serta tempat usaha Kayangantiga atau Peringi Peringi.

Pada hari  suci ini, masyarakat Bali yang merayakan Galungan  mengenakan pakaian tradisional yang didominasi  warna putih, membawa sesajen di  kepala mereka. 

Bagi umat Hindu yang berkeluarga dalam status Mapendem, atau umat Hindu yang telah meninggal, atau umat Hindu yang biasa disebut masyarakat Bali dengan Makesan Peltiwi, harus membuat perbedaan dalam pemakamannya.

Perayaan Hari Raya Galungan juga disertai dengan upacara keagamaan lainnya yang diawali dengan Tumpek Wariga (Hari Penga), yang berlangsung 25 hari sebelum perayaan Hari Raya Galungan. 

Selanjutnya, umat Hindu mendedikasikan Sanghyang Dedari kepada Kuriwon Ukuwariga, manifestasi Tuhan sebagai dewa kemakmuran dan keamanan tanaman. 

Festival ini merupakan wujud kecintaan manusia terhadap tumbuhan. Tumpek Pengatag Hari Raya menyajikan sajian berupa oatmeal (bubuh) dalam berbagai warna, antara lain oatmeal putih, kuning, merah, dan hijau. Rangkaian ritual berikutnya disebut Sugihan Jawa dan berlangsung 6 hari sebelum Galungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun