Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selubung Kisah Omah Sinau

7 Oktober 2024   11:44 Diperbarui: 7 Oktober 2024   11:48 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nguing...nguiingg... tttooottttt... tttooott.!" 

Pagi yang cukup dinamis. Bunyi sirine khas tim 'sapu jalan' memecah hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu-lalang.. Si tim sapu jalan ternyata 'mengamankan' dua mobil hitam. Keriuhan bunyi sirine itu pun berakhir. Neneng kembali mengayuh sepedanya setelah terhenti sejenak di tepian jalan. Ikan Mujair pesanan pelanggan sudah rapi terbungkus. Sepedanya berhenti tepat di rumah Pak Toto. Ketua RT 03 Desa Suka Makmur. 

"Permisi..." Seorang wanita paruh baya keluar menebarkan aroma kehangatan. "Ayo masuk dulu, Neng." "Iya, Bu Toto." Neneng dan wanita paruh baya itu berjalan beriringan untuk masuk ke dalam rumah sederhana milik keluarga Toto. Sepeda Neneng sudah sejak tadi terparkir di halaman rumah. "Neng, terima kasih, ya. Ini uangnya." Bu Toto memberikan amplop kecil pada Neneng. Neneng menerima amplop itu. Dimasukkannya ke dalam dompet yang kemudian diletakkan di dalam tas ranselnya. "Ibu, saya pamit dulu ya." "Iya, Nak. Hati-hati, ya. Selamat sekolah, ya." 

Seminggu dua kali, setelah mengantarkan pesanan. Neneng akan bergabung dengan komunitas Omah Sinau di belakang rumah Bu Toto. Di sana bersama kedelapan temannya, Gadis usia 14 tahunan itu belajar mengenai keterampilan dan membaca. Kak Meican dan Kak Joko menjadi fasilitator mereka. Hari ini , ternyata Kak Joko mengajar sendirian. Kak Meican tidak hadir. 

Ritual hari itu, Fasilitator berusia 23 tahun itu memberikan keleluasaan pada Neneng dan kedelapan kawannya untuk memilih buku yang akan dibaca mereka di rumah. Buku yang dipilih itu akan menjadi bahan pembelajaran minggu depan. Neneng dan kedelapan kawannya tersebut memilih buku. Kak Joko memberikan waktu 10 menit pada mereka. Samar-samar terdengar Kak Joko menelpon seseorang. 

"Iya, Bu. Sudah dibawa ke Rumah Sakit. Tidak terlalu parah hanya terserempet untungnya." Neneng mendengar dan kaget. Spontan dia mendekati Kak Joko dan bertanya mengenai Kak Meican yang hari itu ternyata harus dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. "Iya, Neng. Tadi pagi kejadiannya. Kak Meican terserempet mobil voorijder. Kaki Kak Meican tersenggol dan jatuh. Neneng terperanjat. 

** 

Suasana rumah sakit sangat ramai hari itu. Kak Joko dan kedelapan kawan Neneng menengok Meican. Untungnya Kak Meican tidak terlalu parah. Murid-murid Meican terisak melihat kondisinya. Ada papa dan mama Kak meican di sana. Beberapa saat terlihat ada dua orang berseragam aparat yang sedang berbincang dengan Papa Kak Meican. 

"Iya, Om. Saya minta maaf sekali. Saya bertanggungjawab akan ini. Tadi saya begitu ugal-ugalan. Saya tidak tau Meican menyebrang dari pom bensin itu." Neneng mendengar dan kaget sekali, ternyata Kak Meican tertabrak mobil voorijder yang juga dilihat oleh Neneng. Ternyata yang menabraknya adalah sepupunya sendiri! 

** 

Layanan Omah Sinau hari itu berlangsung lebih lama dari biasanya. Ada fasilitator baru yang sementara menggantikan Kak Meican. Kak Joko mengenalkan Kak Diani. Kak Diani akan membantu Kak Joko selama proses pemulihan Kak Meican. 

"Selamat siang, adik-adik. Ini perkenalkan Kak Diani yang akan membantu layanan bersama Kak Joko sementara Kak Meican sakit. Tapi Kakak sih berharap Kak Diani bukan hanya menggantikan namun juga seterusnya akan melayani di sini..." Wajah Kak Diani tersenyum lebar. 

Neneng dan kawannya pun berharap yang sama dengan pernyataan Kak Joko. Hari itu, Kak Diani meminta Neneng dan teman-temannya menuliskan harapan-harapan mereka di sebuah buku berwarna merah yang biasa mereka gunakan untuk berefleksi setelah usai layanan. 

** 

Aku ingin Kak Meican segera sembuh dan mengajar kembali. Kak Meican membuatku sadar bahwa aku harus pintar. Ibu dan Bapak mungkin hanya seorang nelayan di rawa. Tapi merekalah yang membuatku punya daya juang dan sadar bahwa aku juga punya hak yang sama untuk hidup layak. Sama seperti Ibu dan Bapak, Kak Meican selalu mengingatkan aku untuk punya cita-cita besar. Ibu dan Bapak juga bilang. Indonesia itu negara yang kaya. Penduduknya pun sangat pintar dan kreatif. Ibu dan Bapak juga menambahkan, selayaknya kekayaan, otak yang pintar dan kreatif itu digunakan sepenuhnya untuk membangun negeri ini bukan malah mengadali! Kak Meican orang yang selalu memberikan semangat padaku untuk aku bisa kelak yang mewarnai negeriku sendiri dan membuat kebijakan yang berpihak pada mereka yang terpinggirkan. Kak Meican bisa merasakan kegelisahan kami sebagai orang-orang yang tidak pernah mendapat keadilan. 

-sembuh segera ya, Kak Meican- 

Diani menutup buku berwarna merah itu. Tertulis nama di sampul buku itu. Neneng Eka Riyanti. Diani menepuk bahu Joko. "Jok, udah berapa lama kalian melayani di sini." "Baru 18 bulan. Aku juga gak mengira, anak-anak di sini begitu excited. Meican punya harapan besar memang." 

"Mereka anak-anak cerdas, Mereka ada dalam pusaran ketidakadilan. Tapi aku makin gak abis pikir, Jok. Meican yang seperti itu malah dapat musibah seperti ini bahkan sepupunya sendiri yang menabraknya." "Itulah, Di. Kita gak ngerti, ya. Apa yang kita perbuat itu bisa berakibat pada kolega, saudara kita." 

"Aku merinding, Jok. Kamu tau, Pak Rosyid? Baru saja dia merayakan kemenangan bersama timsesnya, eh aku baca pagi ini, salah seorang kerabatnya harus dimakamkan karena jadi korban laka di tol jagorawi." "Banyak hal kita tidak bisa selami, ya? Yang terpenting saat ini, anak-anak menjadi fokus kita. Harapan akan perubahan juga bisa dinikmati mereka kelak. Anyway, makasih ya, udah mau gabung di sini."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun