Layanan Omah Sinau hari itu berlangsung lebih lama dari biasanya. Ada fasilitator baru yang sementara menggantikan Kak Meican. Kak Joko mengenalkan Kak Diani. Kak Diani akan membantu Kak Joko selama proses pemulihan Kak Meican.Â
"Selamat siang, adik-adik. Ini perkenalkan Kak Diani yang akan membantu layanan bersama Kak Joko sementara Kak Meican sakit. Tapi Kakak sih berharap Kak Diani bukan hanya menggantikan namun juga seterusnya akan melayani di sini..." Wajah Kak Diani tersenyum lebar.Â
Neneng dan kawannya pun berharap yang sama dengan pernyataan Kak Joko. Hari itu, Kak Diani meminta Neneng dan teman-temannya menuliskan harapan-harapan mereka di sebuah buku berwarna merah yang biasa mereka gunakan untuk berefleksi setelah usai layanan.Â
**Â
Aku ingin Kak Meican segera sembuh dan mengajar kembali. Kak Meican membuatku sadar bahwa aku harus pintar. Ibu dan Bapak mungkin hanya seorang nelayan di rawa. Tapi merekalah yang membuatku punya daya juang dan sadar bahwa aku juga punya hak yang sama untuk hidup layak. Sama seperti Ibu dan Bapak, Kak Meican selalu mengingatkan aku untuk punya cita-cita besar. Ibu dan Bapak juga bilang. Indonesia itu negara yang kaya. Penduduknya pun sangat pintar dan kreatif. Ibu dan Bapak juga menambahkan, selayaknya kekayaan, otak yang pintar dan kreatif itu digunakan sepenuhnya untuk membangun negeri ini bukan malah mengadali! Kak Meican orang yang selalu memberikan semangat padaku untuk aku bisa kelak yang mewarnai negeriku sendiri dan membuat kebijakan yang berpihak pada mereka yang terpinggirkan. Kak Meican bisa merasakan kegelisahan kami sebagai orang-orang yang tidak pernah mendapat keadilan.Â
-sembuh segera ya, Kak Meican-Â
Diani menutup buku berwarna merah itu. Tertulis nama di sampul buku itu. Neneng Eka Riyanti. Diani menepuk bahu Joko. "Jok, udah berapa lama kalian melayani di sini." "Baru 18 bulan. Aku juga gak mengira, anak-anak di sini begitu excited. Meican punya harapan besar memang."Â
"Mereka anak-anak cerdas, Mereka ada dalam pusaran ketidakadilan. Tapi aku makin gak abis pikir, Jok. Meican yang seperti itu malah dapat musibah seperti ini bahkan sepupunya sendiri yang menabraknya." "Itulah, Di. Kita gak ngerti, ya. Apa yang kita perbuat itu bisa berakibat pada kolega, saudara kita."Â
"Aku merinding, Jok. Kamu tau, Pak Rosyid? Baru saja dia merayakan kemenangan bersama timsesnya, eh aku baca pagi ini, salah seorang kerabatnya harus dimakamkan karena jadi korban laka di tol jagorawi." "Banyak hal kita tidak bisa selami, ya? Yang terpenting saat ini, anak-anak menjadi fokus kita. Harapan akan perubahan juga bisa dinikmati mereka kelak. Anyway, makasih ya, udah mau gabung di sini."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H