Ikatan (bonding) antara anak dan orangtua secara alamiah sejatinya sudah terjadi sejak di dalam kandungan. Ikatan antara anak dan orangtua merupakan sesuatu hal yang khas dan unik. Ikatan ini terbentuk juga dari pola asuh yang tercipta antara keduanya.
Banyak tradisi-tradisi dalam budaya kita yang diciptakan untuk membentuk bonding antara anak dan orangtua. Begitu banyak kebiasan unik yang dilakukan oleh orangtua demi menciptakan ikatan dengan anak-anak mereka.
Kita tentu gak asing dengan kebiasaan orangtua (biasanya Ayah) yang meletakkan bayi yang baru saja dilahirkan di atas dada Ayah (tanpa pakaian). Kemudian, Ibu yang memberikan makanan ke mulut anak yang sudah dikunyah oleh ibunya.
Ayah yang (maaf) menyedot ingus anaknya ketika sedang menderita flu. Kasih sayang itu melebihi alat nebulizer. Semua hal itu diciptakan untuk membentuk ikatan antara orangtua dengan anak. Masing-masing orangtua (keluarga) punya cara sendiri untuk menciptakan bonding.
Seiring dengan perkembangan usianya anak-anak pasti mengalami perubahan. Relasi, interaksi, dan komunikasi akan berkembang dan berubah. Lingkungan juga bisa jadi pada akhirnya mengubah pola-pola ikatan itu. Apakah akhirnya bonding yang telah diciptakan tadi bisa hilang? Hilang secara keseluruhan mungkin tidak, tetapi menguap dan akhirnya “tipis” dan pudar.
Adakah cara untuk merawat ikatan antara orangtua dan anak menjadi tetap lestari? Apalagi di era yang serba individual ini? Di era di mana gadget menjadi lebih penting. Di mana smartphone menjadi dewa dalam relasi. Di mana kesibukan mengambil alih relasi dan interaksi keluarga.
Kebutuhan untuk mencari nafkah mengambil porsi terbesar, sehingga terkadang relasi, interaksi, kemudian menjadi terabaikan. Ikatan itu kian lama kian pudar dan bisa jadi akhirnya tergantikan oleh ‘hal’ lain.
Apakah kita berani mengambil keputusan bahwa merawat ikatan antara anak dan orangtua menjadi prioritas yang harus dikedepankan. Pilihan akan selalu ada. Anak tentu menjadi sesuatu yang tak ternilai harganya, walaupun bekerja untuk menafkahi adalah salah satu rangkaian cara untuk merawat anak-anak itu juga.
Orangtua harus tetap menjadi pribadi yang memiliki otoritas dalam merawat anak-anaknya. Gadget, kemudian kesibukan, ataupun lingkungan sekitar adalah tentu sekadar pendukung saja. Mau atau tidak memberikan diri sepenuhnya dalam merawat mereka dengan waktu dan hati serta mengesampingkan semuanya, ketika hal itu benar-benar dibutuhkan?
Stereotype pola asuh di negara-negara Timur seperti Indonesia tentu berbeda dengan negara-negara Barat. Di negara-negara Barat, bonding tidak sekuat di negara-negara Timur. Bonding bukan menjadi alat untuk ‘membelenggu’ kemerdekaan anak-anak. Anak-anak tetap harus menjadi diri mereka sendiri dan meraih impian mereka tanpa harus khawatir dengan ‘drive’ dari orangtua.