Menilik buku Saya Oke, Kamu Oke karya Thomas A. Harris, rasanya pas banget untuk mengulik peristiwa masa lampau seorang anak yang akan menentukan fase hidupnya kelak. Dijelaskan di sana, jika pada peristiwa masa lalu terdapat hambatan (fiksasi) dalam diri seorang anak, maka pengalan itu akan membentuk sebuah kondisi tertentu yang menjadi penghambat perkembangan seseorang di kemudian hari.
Antara sepakat dan tidak. Bahwa benar, pengalaman itu akan membentuk fase perkembangan selanjutnya namun demikian kita bisa memilih untuk memutus pengalaman tidak enak tersebut dan menggantinya dengan pengalaman baru yang lebih membangun. Terkadang mendidik sesuai dengan yang didapatkan dahulu menjadi sebuah pola yang diulang terus-menerus menjadi sebuah lingkaran setan dan ini tak jarang berakhir fatal serta tidak memutus mata rantai pengalaman pahit anak.
Tema Hari Anak Nasional tahun ini adalah Anak terlindungi, Indonesia Maju. Anak terlindungi dalam hal apapun maka akan memberi pengaruh besar yaitu kemajuan bangsa. Siapakah yang bertanggung jawab mengenai hal ini? Jawaban-jawaban yang muncul bisa beragam. Dan bisa juga muncul pertanyaan lain. Apakah sudah melindungi anak-anak kita sejak awal?
Begitu rentan dan rapuhnya nya anak-anak sehingga harus dilindungi? Memberikan atmosfer bersahabat dan kokoh bagi mereka menjadi penting. Sebuah obrolan menguar di sela-sela persiapan sebuah acara. Pernikahan dini menjadi sebuah masalah yang harus diatasi. Pasangan di bawah umur yang notabene belum selesai dengan diri mereka masing-masing diikat dan dipaksa oleh kondisi untuk dewasa.
Pengaruh tersebut tentu akan berimbas pada anak yang akan lahir kelak. Ini menjadi sebuah masalah yang harus diselesaikan sejak dini. Hal ini harus dipandang sebagai akar masalah yang harus bisa diantisipasi sehingga anak terlindungi bisa menjadi sebuah upaya nyata. MENERIMA menjadi kunci penting lalu kemudian adalah MENDUKUNG.
Searas dengan pernyataan menerima dan dukungan, inipun yang seyogyanya dilakukan pada anak-anak. Menerima mereka lalu kemudian mendukung mereka sesuai dengan kapasitas yang mereka bawa. Kalimat ini juga ingin saya terakan pada orangtua yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus.
Perasaan malu dan inferior sangat wajar dirasakan serta dialami mereka. Namun demikian persoalan tidak akan berhenti sampai di situ. Bahkan dengan menolak atau bahkan menghindari tentu akan berdampak buruk dan jauh dari kata berkembang. Orangtua juga butuh dukungan dan empati lingkungan sekitarnya untuk apa? Untuk menguatkan, memberikan daya besar sehingga mereka pun bisa menerima seutuhnya keberadaan anak-anak mereka.Â
Menemani mereka dan meneguhkan bahwa mereka tidak sendiri menjadi penting.
Tentu paradigma ini bukan hanya untuk anak-anak berkebutuhan khusus saja tetapi semua anak layak mendapatkan penerimaan dan dukungan utuh dari orang-orang dewasa yang ada di sekeliling mereka. Tumbuh kembang anak merupakan sebuah momen berharga yang sayang untuk dilewatkan. Menikmati momen yang tidak dapat diulang tersebut menjadi sebuah kenikmatan tak terkira. Memaknai pengalaman itu sebagai pengalaman yang tidak bisa diulangi lagi menjadi kekuatan untuk menikmati setiap momen berharga untuk anak-anak kita.
Orangtua dan orang dewasa memiliki kewajiban untuk ikut memersiapkan atmosfer yang aman bagi mereka semua, anak-anak kita. Lingkungan yang aman akan memberikan sumbangan baik untuk tumbuh-kembang mereka. Lingkungan yang aman bukan berarti lingkungan zonder masalah, tetapi yang dimaksud adalah lingkungan yang memberikan pengalaman baik sehingga pengalaman-pengalaman tersebut bisa mengembangkan tiap fase kehidupan dan tumbuh kembang anak-anak tersebut.