"Selamat siang...!", ketukan dan suara keras di balik kaca mobilnya, membuat kesadarannya kembali.
Mentari membuka pintu mobil. Seorang pria mengenakan Polo Shirt berwarna biru senada dengan celana berbahan drill cargo yang dia kenakan sudah memasang muka garang, walau tampak guratan kelembutan di wajahnya.
"Maaf, Pak, saya ceroboh. Saya akan ganti. Bisa minta no rekeningnya?"
"Sombong sekali, Anda. Semua hal bisa Anda beli dengan uang begitu, ya?"
Mentari begitu shock mendengar jawaban yang lantang dan lugas itu. Sorot tajam pemiliki wajah garang KW itu membuat wajah Mentari tidak kalah galak, tetapi dia sadar bahwa dia ada dalam posisi yang salah. "Lho, maaf, apa yang salah dengan kata-kata saya? Saya mohon maaf pada Anda dan hendak mengganti kerugian. Saya ceroboh karena saya melamun."
"Menurut Anda, Ibu yang terhormat, dengan Anda membayar, masalah selesai?"
Mentari semakin heran, karena merasa tidak ada yang salah dengan pernyataanya itu. "Maaf, Pak, Saya perkenalkan diri, Saya Mentari, apakah bisa kita duduk dan menyelesaikan masalah ini? Karena saya gak punya banyak waktu berdebat kusir dengan Anda!", Mentari mulai gusar.
"Oh bagus! Siapa yang mau berdebat dengan Anda? Mari silakan duduk di dalam!"
Laki-laki itu mengajak Mentari ke bangunan di Jalan Papandayan nomor 33. Alamat yang diberikan oleh Budhe Windri. Sejenak Mentari mengamati bangunan dengan interior retro di dalamnya. Di salah satu dindingnya terdapat lukisan The Beatles.
Laki-laki itu mempersilakan Mentari untuk duduk di salah satu ruangan dengan wallpaper geometris. Terlihat sangat cermat. Penyuka gaya klasik.
(bersambung)