Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

[Rasa Mentari 1] Berbalik Arah

1 Juli 2023   12:10 Diperbarui: 1 Juli 2023   12:11 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi /Sumber: Pexels.com (Julia Volk)

Budhe Windri masih terlihat segar karena rajin berolahraga. Pilihannya terhadap yoga dan pilates nampaknya menjadi alasan yang masuk akal melihat kondisinya saat ini.

"Ndhuk, Budhe boleh minta tolong, gak? Ini kan Budhe dapat kiriman baju-baju baru untuk anak-anak. Tolong berikan ini ke Jalan Papandayan. Nanti dititipkan pada yang jaga disana, ya. Nanti bilang saja dari Ibu Windriani, Jalan Kanfer Raya. Budhe sudah mengabari yang jaga."

"Baik, Budhe, ini sekalian Mentari mau ke Jalan Pandanaran. Mentari cuti beberapa hari. Mau nemenin Ibu sebentar."

Mentari mengambil dua kotak paket berukuran sedang berwarna merah maroon. Bergegas Mentari berpamitan pada Budhenya itu.

Berada di Kota Semarang, kembali mengenang banyak hal baik di masa kecil. Keluarga yang sangat menyenangkan dengan segala seluk-beluknya. Ayah dan Ibu sebagai sosok yang saling melengkapi, aroma keluarga yang menyenangkan. Satu saat, terkoyak sedikit dan rasa itu pasti tidak akan sekomplit dulu lagi, ya, ketika Ayah pergi untuk selama-lamanya. Kehangatannya, kelemahlembutannya, kebaikan hatinya, kebijaksanaannya, mempesona. Sempat membuat masa perkabungan cukup lama. Sangat wajar dengan karakter beliau yang begitu menyenangkan. Semua orang juga pasti akan sepakat dengan rasa itu.

Namun, life must go on, gak bisa juga terus-terusan sedih, melow, baper. Bisa merusak semua hal. Apalagi kami semua harus menopang kesehatan Ibu yang kala itu yang sangat terkejut dengan kepergian Ayah. Bagaimana tidak, kemana-mana selalu berdua. Kini Ibu harus sendiri, walaupun toh esensi hidup ya pada akhirnya juga sendiri. Tapi saat itu pasti bukan kondisi yang mudah untuk beliau dan kami semua.

Kami saling menguatkan satu sama lain. Berdamai dengan keadaan saat itu bersama-sama. Gak mudah, tapi kami bisa melewatinya.

Ibu selalu bilang, Pencipta lebih berhak, Dia tau yang terbaik. Kita hanya ciptaan yang hanya bisa berserah pada kehendakNya. Tidak bisa memaksakan hak kepemilikan itu semua tentu prerogatifNya.

"Braak....!!"

Bemper mobil hitam keluaran perusahaan otomotif Jepang itu menabrak  pantat mobil Mitsubishi Triton berwarna merah. Lagi-lagi Mentari melamun! Bukan kali pertama. Korbannya paling banter pohon dan semak. Kali ini mobil!

Cukup kaget. Lamunan tentang Ayah menari-nari mengaburkan fokusnya di jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun