Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

5 Ide Pembelajaran Menarik yang Bisa Dilakukan Terkait Merdeka Belajar

15 Maret 2023   11:11 Diperbarui: 18 Maret 2023   07:02 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Artikel / via Kompas.com (Dokumentasi Kemendikbud)

Gema merdeka belajar begitu ramai. Perbincangan dengan rekan-rekan pendidik yang berada di garis depan membahas mengenai hal ini juga pernah saya simak. Tidak gampang untuk mewujudkan merdeka belajar di situasi paska pandemi. Memulihkan sikon yang seperti ini membutuhkan waktu, tenaga, strategi, serta proses yang tidak semudah membalikkan telapak tangan. 

Menyitir pendapat Thomas Armstrong bahwa tiap anak membawa potensi alaminya masing-masing dalam kehidupannya di dunia ini, saya sependapat jika orangtua dan lingkungan ikut serta memertahankan dan mengembangkan tiap potensi alami yang dibawa anak-anak itu.

Senada dengan Thomas Armstrong, di tahun 1983, seorang pakar pendidikan berkebangsaan Amerika,  Howard Gardner menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind : The Theory of Multiple Intelligences menjelaskan ada (pada awalnya) 8 jenis kecerdasan (sebagai tolok ukur untuk menilai kecerdasan pada anak/individu) lalu ditambah dengan 1 kecerdasan sehingga semua berjumlah 9 jenis kecerdasan.

Ada kecerdasan bahasa ( lingusitik), kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spatial, kecerdasan kinestetik (fisik/jasmani), kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan yang terakhir adalah kecerdasan eksistensialis.

Gardner percaya, minimal seorang anak (individu) memiliki salah satu jenis kecerdasan tersebut.

Kecerdasan sering dikaitkan dengan keberhasilan seseorang dalam hal akademis. Jika gagal atau tidak berhasil dalam pencapaian akademis, maka stigma tidak pintar, tidak cerdas akan mendarat pada individu tersebut.

Mengaitkan kedua teori dari Armstrong dan Gardner rasanya sealur dengan konsep merdeka belajar yang tengah digemakan di Indonesia ini. Melongok 3 struktur kurikulum di Kurikulum Merdeka, yakni berbasis kompetensi, pembelajaran yang fleksibel, dan karakter Pancasila rasanya bisa diterima untuk membuat desain pembelajaran yang seirama dengan itu.

Pembelajaran yang mendasarkan pada kompetensi anak, fleksibel, dan memiliki muatan karakter Pancasila. Pembelajaran yang terdiferensiasi, pembelajaran yang berpusat pada kebutuhan tiap anak, pembelajaran yang memberikan ruang humanis untuk anak.

Berbekal prinsip belajar yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantara melalui Niteni, Niroke, dan Nambahi, bisa memberikan pengetahuan lebih pada kita untuk membuat sebuah desain belajar yang memberikan ruang merdeka untuk anak dalam berekspresi tetapi tidak kehilangan jati diri sebagai anak bangsa yang memiliki karakter Pancasila.

Berikut 5 ide pembelajaran yang bisa dilakukan:

1. Project Membuat Perusahaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun