Pelan tapi pasti, hal ini semakin mengarahkan hidup ke tagline beliau, hiduplah penuh dengan rasa syukur!
Mendadak sadar, bahwa akar kepahitan menjadi sebuah permulaan dari hal-hal yang bertentangan dengan kebajikan itu sendiri. Darimana harus mengawali kebajikan itu?
DIRI SENDIRI!
Saya seperti tertampar, tergampar, tertabok seketika. Saya tidak pernah mengasihi, mencintai diri saya! Bagaimana mungkin bisa mengasihi orang lain tetapi tidak mampu mengasihi diri sendiri. Sebuah perenungan panjang yang dalam.
Cinta selalu akan menemukan jalannya. Ingin menghidupi tagline 'beliau'^.^.
Hidupmu singkat bagaikan kembang, sebuah kalimat yang saya ingat dari sebuah buku kidung pujian yang berjudul Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB), buku pujian wajib.
Mulai berbenah, sebelum waktunya tiba. Jadi teringat bukunya Pak Julianto Simanjuntak, Hidup Berguna Mati Bahagia.
Perubahan itu pasti & harus dimulai dari diri sendiri.
Kehidupan yang jauh berbeda saya temukan di dalam diri anak-anak berkebutuhan khusus. Wajah-wajah lugu dan tulus. Keceriaan yang tanpa pemanis buatan layaknya sakarin, selalu tersaji.
Iri dan dengki rasanya gak ada dalam kamus hidup mereka. Mereka ada dimana-mana. Saat menjadi seorang guru pembimbing, sebuah kenyataan bahwa diri saya lebih meletakkan hati pada siswa-siswi yang unpopular, ditinggalkan teman-temannya karena dianggap aneh.
Memberi dukungan pada mereka menjadi sebuah kemutlakan. Siswa dan siswi yang pintar, rajin, cerdas, cantik, ganteng, sudah menjadi magnet bagi banyak orang untuk didekati. Wajar alias lumrah dan biasa aja.